Biografi Syekh Yusuf al-Makassari Dan Kumpulan Karya-karyanya
- Biografi Syekh Yusuf al-Makassari
Syekh Yusuf adalah seorang ulama syariat, sufi dan khalifah Tarekat, yang barangkali beliaulah yang pertama kali memperkenalkan Tarekat Khalwatiyah di Indonesia. Dan juga musuh besar Kompeni belanda. Ia dianggap ‘duri dalam daging’ oleh pemerintah Kompeni di Hindia Timur. Ia di singkirkan ke Ceylon (Sri Langka), kemudian dipindahka ke Afrika Selatan dan wafat di pengasingannya Cape Town (Afrika Selatan) pada tanggal 23 Mei 1699 dalam usia 73 tahun. Pada zamannya (Abad ke-17), beliau dikenal pada empat Negeri, yaitu Banten, Sulawesi Selatan, Sri Langka dan Afrika Selatan. Beliau peletak dasar kehadiran komunitas muslim di Afrika Selatan dan Sri Langka, bahkan di sana dianggap bapak dari bentuk komunitas-komunitas di Afrika Selatan yang berjuang mewujudkan persatuan dan kesatuan untuk menentang penindasan dan perbedaan kulit.
Murid-murid Syekh Yusuf yang menganut tarekat Khalwtiyah terdapat di banten, Sri Langka, Afrika Selatan, dan tersebar luas dianut oleh orang-orang Makassar dan Bugis di Sulawesi Selatan sampai sekarang ini.
Syekh Yusuf sendiri tidaklah menyerah terhadap hantaman hidup yang menyerang dirinya, meskipun beliau di asingkan ke berbagai tempat bukan berarti beliau berdiam diri di tanah pengasingannya. Justru beliau memanfaatkan momen tersebut dengan menyebarluaskan ajaran-ajarannya, seperti halnya pada saat beliau diasingkan ke Sri Langka, di tengah-tengah masyarakat Budha, beliau mengajarkan Ilmu Syariat dan Tasawuf kepada murid-muridnya yang datang dari India dan dari masyarakat Sri Langka sendiri. Di pengasingan ini, beliau gunakan untuk beramal, mengajar dan menulis risalah-risalah pada jamaah haji yang datang dari Hindia Timur (Indonesia). Sebab biasanya sekembalinya dari Mekkah mereka singgah di Sri Langka menunggu musim barat selama satu sampai tiga bulan. Dan selain mengajarkan ilmu-ilmunya, terselip pula pesan-pesan politik, agar tetap mengadakan perlawanan tehadap kompeni belanda. Sedang pesan-pesan agama, supaya tetap berpegang teguh pada jalan (Agama) Allah.
Mengenai riwayat pendidikan yang beliau tempuh dimulai dari daerahnya sendiri karena secara tradisional wilayahnya telah didatangi oleh para dai kelana yang kebanyakan kaum sufi, berasal dari Aceh, Minangkabau, Kalimantan Selatan, Jawa, Semenangjung Melayu, dan Timur Tengah. Seperti halnya Datuk ri Bandang beserta kawan-kawannya dari Minangkabau. Pada awalnya beliau belajar menghafal al-Qur’an pada seorang guru bernama Daeng ri Tasammang, kemudian belajar bahasa Arab, fiqih, tauhid, dan tasawuf dengan Sayyid Ba Alwi bin Abdullah al-Allamah al-Thahir, selanjutnya melanjutkan pelajaran di Cikoang dengan guru bernama Jalal al-Din al-Aydid. Dan sesudah itu beliau melanjutkan belajar ke Timur Tengah dengan meninggalkan Makassar pada Tahun 1644 M.
Uraian diatas dapat kita sedikit tergambarkan tentang biografi Syekh Yusuf al-Makassari meskipun sebanarnya banyak versi data yang tertulis tentang beliau tapi setidaknya hal di atas sudah sebagian besar mengacu pada buku yang membahas tuntas tentang beliau. Dan juga perlu diketahui bahwa Syekh Yusuf ini masih ada pertalian darah dengan keluarga Raja Gowa.
- KARYA-KARYA-nya
Sementara menurut azyumardi Azra ada delapan di antara karya al-Makassari yang di tulis di Ceylon, yaitu:
· Al-Barakat al-Saylaniyah
· Al-Nafahat al-Saylaniyah
· Al-Manhat al-Saylaniyah fi Manhat al-Rahmaniyah
· Kayfiyah al-Mughni fi al-Itsbat fi al-Hadis al-Qudsi
· Habl al-Warid li Saadat al-Murid
· Safinah al-Najah
· Mathalib al-Salikin
· Risalah al-Ghayat al-Ikhtisar wa al-Nihayat al-Intizhar
- AJARAN TASAWUFNYA
Definisi tasawuf yang digunakan oleh Syekh Yusuf, di antaranya sebagai berikut: “Bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah Malik al-Muluk”. Di samping itu, definisi lain yang sering juga diungkapkan oleh beliau dalam tulisannya, ialah: “Tasawuf ialah pemurnian qadas (niat) semata-mata kapada Allah, dan natijahnya ialah mengamalkan akhlak dengan akhlak Allah SWT.” Juga ditemukan definisi lain lagi, seperti berikut: “Awal tasawuf adalah ilmu, pertengahannya amalan, dan akhirnya ialah pemberian”.
Dari definisi-definisi yang disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa tasawuf bagi Syekh Yusuf al-Makassari adalah merupakan amalan yang sungguh-sungguh dalam menjalani al-suluk, yaitu usaha mendekatkan diri kepada Allah semata-mata mengharapkan ridha-Nya. Dengan demikian, seorang hamba Allah dapat mencapai tarap yang mulia dengan memiliki sifat terpuji yang diridhai oleh Allah SWT melalui suluk atau tasawuf.
Dalam upaya menjalankan pengajaran dan dakwah Islam melalui tasawuf, Syekh Yusuf selalu mengaitkan tasawufnya dengan aqidah Islamiah. Pesan ajaran beliau dalam berbagai tulisannya, terutama dalam al-Nafhah al-Saylaniyyah, Zubdat al-Asrar dan Habi al-Warid, selalu dikaitkan perlunya seorang hamba yang memulai suluknya dengan mengesahkan aqidahnya. Maksudnya yang paling utama diperlukan dalam menjalani amalan tasawuf (suluk) adalah asas aqidah yang sahih. Jika aqidah itu benar dan kuat, maka amalan tasawuf akan berjalan sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Akan tetapi jika aqidah rapuh dan tidak benar, jelas akan merusak amalan selanjutnya, karena asas aqidah yang tidak benar menjadikan seorang salik bisa terperangkap dalam ajaran sesat dengan tidak disadari.
Akidah yang benar, menurut pandangan Syekh Yusuf adalah akidah yang berdasarkan kepada ittiba’ al-Rasûl. Artinya apa yang patut diyakini oleh hamba terhadap Allah adalah sebagaimana yang telah termaktub dalam al-Quran dan al-Sunnah. Keimanan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab suci-Nya, rasul-rasul-Nya, hari qiyamat dan qada’ dan qadar-Nya, mestilah didasarkan kepada kedua rujukan dasar tersebut. Selain al-Quran dan al-Sunnah, tiada jalan untuk menjadikannya sebagai landasan aqidah yang benar.
Dalam risalah al-Futuhat al-Ilahiyyah, Syekh Yusuf memperincikan rukun tasawuf kepada sepuluh perkara, yaitu:
- Tahrid al-Tauhid, yang bermaksud memurnikan ketauhidan kepada Allah, dengan memahami makna keesaan Allah mengikuti kandunagn surat al-Ikhlas. Di samping itu, dalam meyakini keesaan Allah, mesti dijauhi dari sifat tasybîh dan tajsîm.
- Faham al-Sima’i, yang bermaksud memahami tata cara menyimak petunjuk dan bimbingan Syekh mursyid dalam menjalani pendekatan diri kapada Allah yang menuju pada tuntutan Islam yang benar.
- Husn al-‘Ishra, yang bermaksud memperbaiki hubungan silaturrahim dalam pergaulan.
- Ithar al-Ithar, yang bermaksud mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri demi mewujudkan persaudaraan yang kukuh.
- Tark al-Ikhtiyar, yaitu bermaksud berserah diri kepada Allah tanpa i’timad kepada ikhtiar sendiri.
- Sur’at al-Wujd, yang bermaksud memahami secara pantas suara hati nurani (wujudan) yang seiring kehendak al-Haq (Allah).
- al-Kahf ‘an al-Khawâtir, yang bermaksud mampu membedakan yang benar dan yang salah.
- Kathrat al-Safar, yang bermaksud melakukan perjalanan untuk mengambil i’tibar dan melatih ketahanan jiwa.
- Tark al-Iktisab, yang bermaksud tidak mengandalkan usahanya sendiri, akan tetapi ia lebih bertawakal kepada Allah Yang Maha Kuasa setelah ia berusaha.
- Tahrîm al-Iddihâr, yang bermaksud tidak mengandalkan pada amal yang telah dilakukannya melainkan tumpuan harapannya hanyalah kepada Allah.
Dengan konsep al-ahathah dan al-ma’iyyah Tuhan turun (Tanazzul) sementara manusia naik (taraqqi), merupakan suatu proses spiritual yang membawa keduanya semakin dekat. Namun dalam hal ini tidak akan mengambil bentuk kesatuan akhir antara manusia dan Tuhan; keduanya hanya menjadi semakin dekat berhubungan dan pada akhirnya manusia tetaplah manusia begitupun dengan Tuhan itu sendiri. Secara tidak langsung beliau menolak konsep wahdat al-wujud (kesatuan Wujud) Ibn ‘Arabi dan al-hulul (ingkarnasi Ilahi) oleh Abu Mansur al-Hallaj. Beliau mengambil konsep wahdat al-syuhud (kesatuan kesadaran atau monism fenomenologi) yang dikembangkan Ahmad al-Sirhindi dan Syah Wali Allah.
Sementara ciri yang paling menonjol dari teologi syekh Yusuf al-Makassari mengenai keesaan Tuhan adalah usahanya untuk mendamaikan sifat-sifat Tuhan yang tampaknya bertentangan. Seperti halnya, Tuhan mempunyai sifat al-awwal dengan al-Akhir, dan al-zhahir dengan al-Bathin. Dari semua sifat itu sepertinya bertentangan. Ini harus dipahami sesuai keesaan Tuhan itu sendiri, tanpa harus menekankan yang satu dan mengabaikan yang lainnya, sebab jika tidak begitu malah akan membawa pada keyakinan dan amalan-amalan yang salah. Sebab hakikat Tuhan adalah kesatuan dari pasangan sifat-sifat yang bertantangan tersebut. Mengenai dalam teologinya beliau sangatlah patuh pada doktrin Asy’ariyah.
Jadi pengalaman tasawuf yang ia maksudkan adalah tasawuf yang selaras antara syariat dan tasawuf (Neo-Sufisme), yaitu jalan mistis dengan kesetiaan penuh secara lahir batin kepada doktrin hukum Islam. Jadi menurut beliau setiap orang yang ingin mengambil jalan Tuhan harus mengamalkan semua ajaran syariat sebelum memasuki dunia Tasawuf.
Ada tiga hal tingkatan orang untuk dapat mendekatti Tuhan. Pertama, cara akhyar (orang-orang terbaik, yaitu orang yang banyak mengerjakan ibadah, seperti shalat, membaca al-Qur’an dan Hadist, berjuang di jalan Allah dan ketaatan eksoteris lainnya. Kedua, cara mujahidat al-syaqa (orang-orang yang berjuang melawan kesulitan) dengan latihan keras melepaskan diri dari kebiasaan buruk dan menyucikan pikiran serta jiwa. Ketiga, cara zikir, yaitu orang yang mencintai Tuhan baik lahir maupun batin.
Materi Lain : Biografi Sunan Kalijaga Dan Arti Tembang Lir ilir
: Pokok - Pokok Pemikiran M. Heidegger
: MAQAM DAN RENTETANNYA DALAM TASAWUF
: KEBENARAN DALAM TEOLOGI ISLAM DAN SAINS-Muhammad Iqbal
butuh dana cuma bermodal 10.000 mari gabung di poker terpercaya hanya di WWW.FANSPOKER.COM
ReplyDelete|| bbm : 55F97BD0 || WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||