Biografi Sunan Kalijaga Dan Arti Tembang Lir ilir

Joko Said dilahirkan sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban. Arya Wilatikta ini adalah keturunan dari pemberontak legendaris Majapahit, Ronggolawe. Riwayat masyhur mengatakan bahwa Adipati Arya Wilatikta sudah memeluk Islam sejak sebelum lahirnya Joko Said. Namun sebagai Muslim, ia dikenal kejam dan sangat taklid kepada pemerintahan pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu. Ia menetapkan pajak tinggi kepada rakyat. Joko Said muda yang tidak setuju pada segala kebijakan Ayahnya sebagai Adipati sering membangkang pada kebijakan-kebijakan ayahnya. Pembangkangan Joko Said kepada ayahnya mencapai puncaknya saat ia membongkar lumbung kadipaten dan membagi-bagikan padi dari dalam lumbung kepada rakyat Tuban yang saat itu dalam keadaan kelaparan akibat kemarau panjang.

NAMA asli Sunan Kalijaga adalah Raden Syahid atau disebut pula dengan Syaikh Melaya karena beliau adalah putera Tumenggung Melayakusuma di Jepara. Tumenggung Melayakusuma semula berasal dari seberang, keturunan Adipati Tuban oleh Sri Prabu Brawijaya, sehingga ia berganti nama dengan Tumenggung Wilatikta. (Majapahit). Kemungkinan besar Tumengung Melayakusuma adalah seorang imigran Jawa pada koloni Jawa di Malaka yang setelah memeluk agama Islam di Malaka, kemungkinan dia kembali lagi dan seterusnya menetap di Jawa.

Mengenai kapan hari kelahiran dan wafat Sunan Kalijaga tidak di ketahui dengan pasti, hanya diperkirakan ia mencapai usia lanjut. Diperkirakan lahir kira-kira 1450 M. berdasarkan atas suatu sumber yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga kawin dengan putri Sunan Ampel pada usia kira-kira 20 tahun. Yakni pada tahun 1470 M. Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun lamanya, yakni sejak pertengahan abad ke-15 sampai dengan akhir abad ke-16.

Sedangkan menurut Umar Hayim Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, dan mendapatkan 3 orang putera yaitu Raden Umar said yang kemudian bergelar Sunan Muria, Dewi Rukayah dan Dewi sofiah.

Masa hidupnya Sunan Kalijaga mengalami 3 masa pemerintahan yaitu masa akhir Majapahit (Kerajaaan Majapahit runtuh pada tahun 1478 M.), zaman Kasultanan Demak (berdiri pada tahun 1481-1546 M.) dan kesultanan Pajang (diperkirakan berakhir pada tahun 1568 M.) Dengan demikian Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun lamanya yakni sejak pertengahan abad ke-15 sampai akhir abad ke-16.

Tentang asal usul keturunannya ada beberapa pendapat bahwa Sunan Kalijaga kelahiran Arab asli, keturunan Cina dan ada pula yang menyatakan keturunan Jawa asli. Masing-masing pendapat mempunyai sumber-sumber yang berbeda.

Menurut buku “De Hedramaut et les colonies Arabies danS’l Archipel Indien” Karya Mr. CL.N. Van den Berg, Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab asli. Tidak hanya sunan Kalijaga akan tetapi semua wali yang ada di Jawa adalah keturunan Arab.

Menurut buku tersebut silsilah Sunan Kalijaga adalah sebagai berikut: Abdul Muthalib (kakek Nabi Muhammad), berputera Abbas, berputera Abdul Wakhid, berputera Abdullah, berputera Madro’uf, berputera Arifin, berputera Abbas, berputera Kourames, berputera Abdur Rakhim (Ario Tejo, Bupati Tuban), berputera Tejo Laku (Bupati Majapahit), berputera Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputera Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) berputera Raden Syahid (Sunan Kalijaga).

Kemudian yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga keturunan Cina adalah didasarkan pada buku “kumpulan ceritera lama dari kota wali (Demak)” yang ditulis oleh S. Wardi dan diterbitkan oleh “Wahyu” menuturkan bahwa Sunan Kalijaga sewaktu kecil bernama Said. Dia adalah keturunan Cina bernama Oei Tik Too yang mempunyai putera bernama Wilatikta (Bupati Tuban). Bupati Wilatikta ini mempunyai anak laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan terakhir dipanggil Said.

Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga berdarah Jawa asli, didasarkan atas sumber keterangan yang berasal dari keturunan dari sunan Kalijaga sendiri. Silsilah menurut pendapat yang ketiga ini menyatakan bahwa moyang Kalijaga adalah seorang panglima Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, yakni Ronggolawe yang kemudian diangkat menjadi Bupati/Adipati Tuban. Seterusnya Adipati Ronggolawe berputera Aria Teja I (Bupati Tuban), berputera Aria Teja II (Bupati Tuban) berputera Aria Teja III (bupati Tuban) berputera Raden Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban), berputera Raden Mas Said (Sunan Kalijaga).

Menurut keterangan Aria Teja I dan II masih memeluk agama Shiwa. Hal ini terbukti dari makamnya yang berada di Tuban yang memakai tanda Syiwa. Sedangkan Aria Teja III sudah memeluk agama Islam.

            Berikut ini adalah isi dari tembang lir ilir karya Sunan Kalijaga:
Tembang lir ilir:
Lir-ilir, lir-ilir, tandure wus sumilir.
Tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar.
Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi.
Lunyu-lunyu yo penekno, kanggo mbasuh dodotiro.
Dodotiro-dodotiro, kumitir bedhah ing pinggir.
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore.
Mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane.
Yo surak-o… surak hiyo...


Arti tembang lir ilir dalam bahasa Indonesia:
Sayup-sayup, Sayup-sayup bangun (dari tidur).
Tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru.
Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian.
Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan.
Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore.
Selagi sedang terang rembulannya.
Selagi sedang banyak waktu luang.
Mari bersorak-sorak ayo...

Makna tembang lir ilir dalam agama Islam:
Ayo bangkit Islam telah lahir.
Hijau sebagai simbol agama Islam kemunculannya begitu menarik ibarat pengantin baru.
Pemimpin yang mengembala rakyat kenalah Islam sebagai agamamu.
Ia ibarat belimbing dengan 5 sisi sebagai 5 rukun Islam.
Meskipun sulit dan banyak rintangan sebarkanlah ke masyarakat dan anutlah.
Guna untuk mensucikan diri dari segala dosa dan mensucikan aqidah.
Terapkanlah Islam secara kaffah sampai ke rakyat kecil (pinggiran).
Perbaikilah apa yang telah menyimpang dari ajaran Islam untuk dirimu dan orang lain guna bekal kamu di akhirat kelak.
Mumpung masih hidup dan selagi masih diberikan kesempatan untuk bertobat.
Dan berbahagialah semoga selalu dirahmati Allah.

Kidung Rumeksa Ing Wengi
----------------------------

Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno


Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak


Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa


Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda ngusman


Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhamad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal


Tapa-tapa yang dianjurkan Sunan Kalijaga diantaranya:
  • Badan, tapanya berlaku sopan santun, zakatnya gemar berbuat kebajikan.
  • Hati atau budi, tapanya rela dan sabar, zakatnya bersih dari prasangka buruk.
  • Nafsu, tapanya berhati ikhlas, zakatnya tabah menjalani cobaan dalam sengsara dan mudah mengampuni kesalahan orang.
  • Nyawa atau roh, tapanya belaku jujur, zakatnya tidak mengganggu orang lain dan tidak mencela.
  • Rahsa, tapanya berlaku utama, zakatnya duka diam dan menyesali kesalahan atau bertaubat.
  • Cahaya ata Nur, tapanya berlaku suci dan zakatnya berhati ikhlas.
  • Atma atau hayu, tapanya berlaku awas dan zakatnya selalu ingat. Di samping itu diajarkan pula tapa dan perbuatan yang berhubungan dengan tujuh anggota badan;
  1. Mata, tapanya mengurangi tidur, zakatnya tidak menginginkan kepunyaan orang lain.
  2. Telinga, tapanya mencegah hawa nafsu, zakatnya tidak mendengarkan perkataan-perkataan yang buruk
  3.  Hidung, tapanya mengurangi minum, zakatnya tidak suka mencela keburukan orang lain
  4. Lisan, tapanya mengurangi makan, zakatnya dengan menghindari perkataan-perkataan buruk
  5. Aurat, tapanya menahan syahwat dan zakatnya menghindari perbuatan zina
  6. Tangan, tapanya mencegah perbuatan mencuri, zakatnya tidak suka memkul orang lain
  7. Kaki, tapanya tidak untuk berjalan berbuat kejahatan dan zakatnya menyukai berjalan untuk istirahat dan intropeksi.       
Ketiga, Pupuh Durna, yang berisikan tentang Sunan Kalijaga yang diperintahkan ibadah haji ke Makkah dan bertemu dengan nabi Khidir di tengah samudera. Dalam teks tersebut disebutkan:

"Sang pendeta wus lajeng hing lampahira, mring benang dhepok sepi, nyata kawuwusa, Lampahe Syeh Melaya, kang arsa amunggah kaji, dhateng hing makkah, lampahnya murang margi".

Artinya, " Sunan Bonang sudah lebih dulu melangkahkan kaki, menuju desa Benang yang sepi. Dan selanjutnya kita ikuti, perjalanan Syeikh Malaya, yang berkehendak naik haji menuju Makkah dia menempuh jalan pintas "


Lain-lain :Qoute Marxis Romantisme
Link         : GSA (Gerakan Sosialis Asmara)

Comments

Popular posts from this blog

BULAN DAN KERUPUK KARYA YUSEP MULDIANA

Naskah Drama Teater - Mak Comblang

11 Sistem Tubuh Utama Berkontribusi Penting Dalam Homeostasis