MAQAM DAN RENTETANNYA DALAM TASAWUF

a.      PENGERTIAN MAQAM DAN RENTETANNYA  DALAM TASAWUF

Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti kedudukan dan tempat berpijak kedua kaki. Dalam Bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakannya, baik berupa ibadah, perjuangan (mujahadah), latihan (riyadhah), dan perjalanan menuju-Nya (suluk). Di samping itu, maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Maqam dilalui seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya.

Mengenai masalah beberapa jumlah maqamat atau tangga yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan, di kalangan para sufi tidak sama pendapatnya. Dibawah ini akan kami uraikan rentetan maqam dari pelbagai para sufi, seperti berikut:


1.    Muhammad al-Kalabazy (w. 990/5) didalam kitabnya "Al taaruf Li Madzhab Ahl Tasawuf", menjelaskan ada sekitar 10 maqamat :
·    Taubat,
·    Zuhud,
·    Sabar,
·    Faqir,
·    Dipercaya
·    Tawadhu (rendah hati)
·    Tawakal,
·    Ridho,
·    Mahabbah (cinta) dan
·    Ma'rifat.

2.    Abu Nasr al-Sarraj al-Tusi dalam kitab “al-Lumacfi Thasawuwuf-nya” menyebutkan jumlah maqamat hanya tujuh , yaitu:
·    al-Taubah
·    al-Wara’
·    al-Zuhud
·    al-Faqr
·    al-Tawakkal dan
·    al-Ridla.

3.    Imam al-Ghazali dalam kitabnya ”Ihya’ Ulum al-Din” membuat sistematika maqamat itu ada delapan, yaitu:
·    al-Taubah
·    al-Shabr
·    al-Zuhud
·    al-Tawakkal
·    al-Mahabbah
·    al-Ma’rifah dan
·    al-Ridla.

4.    Al Qusyairi menggambarkan maqamat ada enam, yaitu:
·    Taubat
·    Wara’
·     Zuhud
·     Tawakal
·    sabar dan
·    Ridha.

5.    Ibn Qayyim al-Jauziyah (w. 750 H) berpendapat bahwa Maqamat terbagi kepada tiga tahapan yaitu:
·    Yaqzah (kesadaran)
·    Tafkir (berpikir) dan
·    Musyahadah.

6.    Ibn Atha’illah membaginya tingkatan maqam sufi menjadi 9 tahapan, yaitu:
·    Taubat
·    Zuhud
·    Shabar
·    Syukur
·    Khauf
·    Raja’
·    Ridha
·    Tawakkal dan
·    Mahabbah.

Uraian diatas tersebut memperlihatkan keadaan variasi penyebutan Maqamat yang berbeda-beda, namun ada Maqamat yang oleh mereka disepakati, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal dan al-ridla. Sedangkan al-tawaddlu, al-mahabbah, dan al-ma’rifah oleh mereka tidak disepakati sebagai Maqamat. Terhadap tiga istilah yang disebut terakhir itu (al-tawaddlu, al-mahabbah dan al-ma’rifah) terkadang para ahli tasawuf menyebutnya sebagai Maqamat, dan terkadang menyebutnya sebagai hal dan ittihad (tercapainya kesatuan wujud rohaniah dengan Tuhan.

b.    PENGERTIAN AHWAL DAN YANG DIJUMPAI DALAM PERJALANAN SUFI

Secara bahasa, ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang berarti keadaan sesuatu (keadaan rohani). Dalam istilah tasawuf, dijelaskan bahwa ahwal adalah anuggrah yang Allah berikan kepada seseorang, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata. Secara sederhana, Syeikh Abu Nashr as-Sarraj mendefinisikan hal adalah sesuatu yang terjadi secara mendadak yang bertempat pada hati nurani dan tidak mampu bertahan lama,. Hal tidak diperoleh melalui usaha yang dengan demikian berbeda dengan maqam. Menurut al-Qasyairi, ahwal itu selalu bergerak naik setingkat demi setingkat hingga sampai ke titik kulminasi, yaitu puncak kesempurnaan. Sedangkan menurut al-Ghazali, hal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata.

Perbedaan pendapat diatas yang diungkapkan para sufi, pada intinya tidak memiliki perbedaan, hanya saja berbeda diksi. hal adalah keadaan rohani seorang hamba ketika hatinya telah bersih dan suci. Namun Hal tidak sama dengan maqam, hal tidak menentu datangnya, terkadang datang dan perginya berlangsung cepat, yang disebut lawaih dan ada pula yang datang dan perginya dalam waktu yang lama, yang disebut bawadih.

Jika maqam diperoleh melalui usaha, akan tetapi hal bukan diperoleh melalui usaha, melainkan anugerah dan rahmat dari Tuhan. Maqam sifatnya permanen, sedangkan hal sifatnya temporer sesuai tingkatan maqamnya. Dalam hal ini juga terjadi perbedaan pendapat di kalangan sufi sebagaimana yang terjadi pada maqam. Adapun al- hal yang paling banyak disepakati adalah al-muraqabah, al-khauf, ar-raja’, ath-thuma’ninah, al-musyahadah, dan al-yaqin. Dan rentetan atau tingkatan hal (al-ahwaal) yang dikemukakan oleh Abu Nash As Sarraj Thusi yaitu:

·    al-Muraqabat (rasa selalu diawasi oleh Tuhan)
·    al-Qurb (perasaan dekat kepada Tuhan)
·    al-Mahabbat (rasa cinta kepada Tuhan)
·    al-Khauf Wa al-Raja’ (rasa takut dan pengharapan kepada Tuhan)
·    al-Syawq (rasa rindu)
·    al-Uns (rasa berteman)
·    al-Thuma’ninat (rasa tenteram)
·    al-Musyahadat (perasaan menyaksikan Tuhan dengan mata hati) dan
·    al-Yaqin (rasa yakin).

maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakannya, baik berupa ibadah, perjuangan (mujahadah), latihan (riyadhah), dan perjalanan menuju-Nya (suluk). maqam menjadi prasyarat menuju Tuhan dan pada akhirnya nanti dalam maqam akan ditemukan kehadiran hal. Dan maqam yang oleh para sufi disepakati, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal dan al-ridla. Sedangkan yang  tidak mereka sepakati adalah al-tawaddlu, al-mahabbah, dan al-ma’rifah.

Sedangka hal (ahwal) adalah anuggrah yang Allah berikan kepada seseorang, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata. Atau secara sederhananya sebagai keadaan mental, seperti perasaan senang, persaan sedih, perasaan takut, dan sebagainya. Dalam hal ini juga terjadi perbedaan pendapat di kalangan sufi sebagaimana yang terjadi pada maqam. Adapun al- hal yang paling banyak disepakati adalah al-muraqabah, al-khauf, ar-raja’, ath-thuma’ninah, al-musyahadah, dan al-yaqin.

Dan ahwal timbul sebenarnya merupakan manifestasi dari maqam yang sudah mereka lalui, bahwa kondisi mental yang mereka rasakan itu sebagai hasil dari amalan yang telah mereka lakukan. Tetapi karena orang Sufi selalu bersikap hati-hati dan berserah diri kepada Allah. Maka orang yang ingin mendapatkannya harus selalu meningkatkan kualitas amalannya. Jadi kalau maqam adalah merupakan tingkatan sikap hidup yang dapat dilihat dari tingkah laku seseorang, sedangkan al-ahwal adalah kondisi mental yang sifatnya abstrak yakni subjektif, yang tidak dapat dilihat tapi dapat dirasakan oleh orang yang mengalaminya.

Comments

Popular posts from this blog

BULAN DAN KERUPUK KARYA YUSEP MULDIANA

Pemikiran Susanne K. Langer Dalam Memabaca Simbol Pada Seni

Untung Ruginya Pelet Dan Pil