Pertunjukan Teater Tanpa Sutradara Dalam Lakon Solilokui Manusia 90’ C

Menganalisis Pertunjukan Tanpa Sutradara

Lakon “Solilokui Manusia 90’ C” ini menjadi menarik ditengah-tengah grup teater modern yang sibuk dengan mewacanakan bahwa sutradara adalah tuhan dari setiap pertunjukan, keunikan lain dari lakon ini yang mencoba menawarkan metode baru dalam proese kreatif keESKAan yaitu dimana setiap aktor mempunyai naskah sendiri. Lakon ini tidak berasal dari pikiran satu orang yang biasa disebut penulis atau pengarang naskah lakon teater, melainkan berasal dari masing-masing aktor yang terlibat di dalamnya.
Tinjauan Pustaka
Pengamatan yang dilakukan Muhammad Alhada Fuadilah Habib menemukan bahwa drama ini secara kualitas sangat bagus, itu terlihat dari penyajian atau visualisasi drama ini secara kualitatif bagus karena tampak dari artistic panggung serasi dari segi tata panggung, kostum dan make up ataupun tata cahaya, music, struktur cerita penokohan dan artistic lain yang mendukungnya. Kajian ini sengaja terbatas pada kualitas dengan tujuan untuk membuktikan bahwa anak-anak SMA N 1 Srengat bisa memberikan sebuah pertunjukan yang bagus. Pemintasan berlangsung pada Minggu 08 November 2009 di SMAN1 Srengat

Dengan metode kualitatif yang dilakukan oleh Nur Sahid dalam menganalisis dramaturgi teater gandrik pada naskah lakon berjudul “orde tabung” dan “ Departemen Borok” dengan focus kajiannya pada nilai-nilai kritik yang disampaikan kedua naskah tersebut serta perbedaannya. Dalam kajian terhadap naskah lakon “Orde Tabung” ditemukan kritik-kritik sosial pada masa pemerintahan Orde baru KKN, tidak hanya itu, pementasan lakon ini juga mengkritik berbagai instansi lain, konglomerat dan tatanan social lainnya. Pada naskah lakon “Departemen Borok” dianalisis bagaimana kritik itu dibangun untuk “individunya” bukan instansinya. Sehingga jelaslah perbedaan keduannya. Kritik Orde Tabung yang disampaikan secara implisit langsung ditembakkan ke instansi yang korupsi. Berbeda dengan “Departemen Borok yang kritiknya disampaikan secara ekspilisit yang dikhususkan untuk pribadi-pribadi pelakunya.

Pada pementasan lakon Tuk Bambang Widoyo SP terdapat kritik social yaitu kesewenangan kaum pemodal. Dalam analisis terhadap naskah ini ditemukan berbagai kritikan yang dimulai dari kehidupan masyarakat jawa yang terpinggirkan oleh kalangan konglomerat, sehingga banyak masyarakat yang ngerumpi tentang masalah ini-itu. Puncaknya, mereka tidak sabar ketika pasar tradisional yang akan dibongkar.

Analisis yang dilakukan Tafsir Hudha terfokus pada seni Epik  sebuah pertunjukan. Dalam seni Epik, diketahui bahwa pertunjukan yang dilakukan, ditujukan untuk memberikan evaluasi pada peristiwa yang telah terjadi. Baik itu peristiwa teater maupun peristiwa social yang berlangsung di luar arena panggung.

Syafril menganalisis sebuah pertunjukan Teater Jalan Lurus dengan fokus kajian utamanya pada idiom-idiom pastiche, Parodi, Kiitsch, Camp yang  merupakan teater kontemporer.
Srikandi S, melakukan penelitian tentang pengaruh Ikon Terhadapa Skeneri Pertunjukan Teater Psikologi Universitas Indonesia Di Depok. Dalam skripsi ini memberi fokus kajian khusus pada ikon yang mempengaruhi interioritas skeneri. Judul Naskah lakon ini “Suryati Langsung ke Hati”.
Dalam penelitian ini, penulis fokus pada proses pemanggungan pertunjukan Tanpa Sutradara yang dilakukan tanpa sutradara.

Metode Penelitian
Penelitian in termasuk jenis penelitian kualitatif. Adapun proses pengambilan datanya dengan menelaah kepustaan yang bertujuan mencari data-data tertulis dari berbagai literasi, seperti buku-buku, artikel, jurnal, foto-foto dan hasil-hasil diskusi sesama anggota teater eska. Materi yang dikumpulkan dapat berupa resensi pementasan yang berupa berita pementasan, kajian tentang pementasan, buku-buku teori teater, foto-foto dan video pementasan.

Sampel
Untuk mendapatkan sumber-sumber lisan akan dilakukan wawancara terhadap pihak pihak yang terlibat di dalamnya, seperti pembimbing satu orang, juru bicara, dan tim artistik tiga orang, yaitu dari tata panggung meliputi tata kostum dan tata rias, tata cahaya dan musik dan dua aktor yang sangat berpengaruh dalam pementasan itu.

Landasan Teori
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis pertunjukan tanpa sutradara ini. Penelitian ini menggunakan teori estetika, sosiologi seni, dan semiotika teater.

  • Teori Estetika
Teori estetika yang dipergunakan dalam peneitian ini adalah teori estetika morfologi dari Thomas Munro, estetika paradoks dari Jakob Sumardjo, dan estetika rasa (rasa aesthetic) dari Schechner. Thomas Munro mengatakan bahwa estetika morfologi bertugas mengkaji elemen, detail, ide, komposisi, struktur, dan jalinan antar elemen tersebut. Teori Munro itu akan dilengkapi dengan teori estetika dari The Liang Gie yang mengatakan bahwa ada lima syarat yang harus dipenuhi untuk menyebut sesuatu dapat dikatakan indah, yakni a) kesatuan, totalitas (unity), b) keharmonisan, keserasian (harmony), c) kesimetrisan (symetry), d) keseimbangan (balance), e) kontradiksi (contrast).
  • Sosiologi Seni
Secara umum teori sosiologi seni mencoba mengkaitkan antara karya seni dengan kondisi sosial historis tempat karya itu diciptakan. Janet Wolff mengatakan bahwa karakter ideologis
karya seni dan produk kultural, termasuk seni teater, ditentukan oleh faktor ekonomi dan material lainnya. Pendekatan sosiologi seni Marxisme melihat karya seni sebagai struktur atas (super structure) dengan sistem ekonomi sebagai dasarnya. Teori Marxisme tradisional tersebut dengan tegas ditolak oleh Louis Althusser. Althusser mengatakan bahwa hubungan antara ekonomi dan kebudayaan lebih banyak ditentukan sejumlah kekuatan sejarah dibandingkan ekonomi. Bagi Althusser, seni bukan hanya bersifat ideologis, melainkan memberikan semacam jarak dan wawasan yang dikaburkan oleh ideologi. Secara sosiologis ide dan nilai karya seni terbentuk akibat interaksi seniman yang intensif dengan kondisi sosial masyarakatnya.
  • Semiotika Teater 
Untuk menganalisis makna-makna pertunjukan Teater ESKA dalam “Solilloqui Manusia 90’ C akan dipergunakan pendekatan semiotika teater. Keir Elam mendefinisikan semiotika sebagai ilmu yang dipersembahkan khusus ke studi produksi makna dalam masyarakat. Tadeuzs Kowzan menyebutkan terdapat 13 sistem tanda yang terlibat dalam teater, yakni sistem tanda kata, nada, mime, gesture, gerak, make-up, gaya rambut, kostum, properti, setting, tata cahaya, tata musik, dan tata bunyi. Ketiga belas sistem tanda ini akan dipakai menganalisis pertunjukan ini.

Comments

Popular posts from this blog

BULAN DAN KERUPUK KARYA YUSEP MULDIANA

Naskah Drama Teater - Mak Comblang

Naskah Drama - THE LOVER KARYA HAROLD PINTER