Naskah AKU SANG PRESIDEN Karya HERMANA HMT
AKU SANG PRESIDEN
Oleh HERMANA HMT
Sampai detik ini aku
tidak mengerti. Kenapa mereka begitu bodoh dan mudah dibodohi? Padahal sejarah
telah membuktikan, bahwa hidup ini benyak tipu daya. Tapi orang-orang itu masih
saja banyak terperdaya. Sungguh aneh. Barangkali aku tidak boleh mengerti? Atau
terpaksa harus mengerti walau tidak mengerti sama sekali. Luar biasa, aku bisa
hidup senang dalam situasi absurd akan kehidupan ini. Segalanya mudah
kudapatkan, dari urusan uang, perempuan sampai pada urusan tektek bengek.
Bablas bebas hambatan. Gus Sar, Gus Sar. Kamu suguh beruntung.
Ya. Gus Sar, itulah
nama panggilaku sehari-hari. Tentu berbeda sekali dengan sebutan Gus Dur yang
disandang mantan presiden RI ke 4. Kalau Gus pada KH. Abudurahman Wahid
mununjukan gelar keturunan kiayi besar dari kalangan NU, sedangkan aku
merupakan panggilan singkat dari namaku yang sebenarnya Gustiar Sarifudin.
Bapak seorang buruh tani dan ibu seorang juru masak yang baik untuk anak dan
suaminya. Jelas Beda, bukan? Tapi sampai detik ini aku masih tetap bingung
dengan pikiran orang-orang di sekitarku. Padahal sudah beratus kali, bahkan
berjuta kali aku katakan pada mereka, bahwa aku terlahir dari masyarakat
rendahan dan bukan keturunan Kiayi. Eh, malah tidak percaya. Mereka anggap aku
ini orang yang suka merendah. Low propil. Terlebih setelah orang-orang itu
berkenjung ke makam ayah dan ibuku yang sengaja kubangan seperti makam
raja-raja. Barang kali lebih menggah dari makam mereka. Terlebih lagi setelah
melihat di batu nisan ayahku bertuliskan KH. Sarifudin, orang-orang itu semakin
percaya saja. Padahan KH dalam batu nisan itu nama panjang dari Karim Hidayat,
bukan Kiai Haji. Dasar manusia, kebodohan masih saja dipelihara. Betul ! Ini
sungguhan, loh ! Hampir 75% penduduk di kotaku beranggapan bahwa aku memang
keterunan Kiayi. Ya sudah, dari pada pusing-pusing memikirkan persolan itu,
kuakui saja. Aku memang keturunan ke 10 dari Kiai yang hidup setelah generasi
para wali.
Gus Sar! Nama yang
senantiasa membawa berbagai keberuntungan. Tuhan benar-benar berpihak pada nama
itu. Tidak seperti pada nama Gustiar Sarifudin hasil racikan bubur merah bubur
putih kedua orang tuaku. Sungguh, aku sangat menyadari perbedaannya, dan sangat
jauh beda. Nama Gustiar Sarifudin menenggelamkan aku dalam jurung kemiskinan,
sementara Gus Sar memposisikanku menjadi orang yang kaya raya sejagat
nusantara. Betul kata orang pintar, sebutan nama akan membawa hokinya
masing-masing. Akulah contoh kongkritnya.
Sedari lahir hingga menjelang umur 18 tahun aku dibesarkan dengan nama Gustiar
Sarifudin. Kata orang nama yang bagus, tapi pendaptku nama itu nama yang sangat
jelek. Ya, kenapa tidak? Nama itu telah menggiring aku pada kehidupan yang
serba kekurangan. Orang tuaku jarang sekali membelikan pakaian bagus. Memberi makan
nasi tambah lauk pauk sekaliber telur misalnya dapat dihitung dengan jari
tangan kiri saja. Paling beruntung aku makan bubur nasi campur jagung atau
singkong dengan lauk pauk jantung pisang, sambal atau sekali-sekali dengan ikan
asin.
Abaikan! Itu hanya
sepercik masa lalu. Aku enggan membicarakan lebih panjang lagi. Masa lalu
bagiku tidak berarti apa-apa, jadi tidak pinting untuk di bicarakan kembali.
Semuanya sudah kukubur dalam-dalam pada lubang-lubang yang gelap dan tak
berdasar. Sekarang aku lebih suka memikirkan hari ini, besok dan yang akan
datang. Aku Gus Sar yang selalu siap menerima tantangan. Gus Sar yang selalu
menjadi buah bibir di kalangan pengusaha skala nasional. Gus Sar yang terkenal
pemilik pondok pesantren. Gus Sar yang selalu memberikan sedekah pada ribuan
pakir miskin disetiap ahir pekan. Dan terakhir adalah Gus Sar sang presiden.
Tunggu, tunggu! Aku sang
presiden? Siapa bilang aku
sang presiden? Aku sendiri atau Oh, ya. Mereka memanggilku Gus Sar sang
presiden. Betul. Presiden bagi para bajingan. Jangan terkejut! Memang itulah
jabatan terakhirku saat ini. Aku sang presiden bagi para penjahat. Perlu
kujelaskan semuannya? Kayanya harus. Jangan bilang siapa-siapa! Aku sebagai
sang presiden lebih penting dibicarakan daripada membicarakan kampanye capres
dan cawapres atau pilgub. Tentu bukan berarti aku tidak peduli pada negara atau
pemeritahannya. Aku cukup punya perhatian besar, karena bagaimanapun aku
diuntungkan oleh negara dan pemerintah republik ini. Aku tutup dulu masalah
presiden di kenegaraan, sekarang aku buka masalah kepresidenanku. Yang setuju
tetep diam di sini, yang tidak setuju silangkan angkat kaki dan kita berjumpa
lagi pada kesempatan yang lain, dalam tema dan pembicaraan yang lain pula.
Nah! Kembali kepersoalan aku sebagai sang presidenc Eh.. kira-kira menginjak
umur 12-18 tahun aku sudah ikut ayah menjadi buruh tani, dan nasibku tetap
begitu-begitu saja, bahkan lebih buruk dari sebulumnya. Waktu itu jangankan
keluarga kami, juragan-juragan sawah pun hampir senasib semuanya. Selain karena
kemarau panjang, kondisi perekonomian negara sudah berada di puncak
keterpurukan. Uang rupiah mengalami pemutongan nilai hingga 50%, ditambah oleh
gerakan pengacau keamanan muncul di mana-mana. Amit-amit. Sebuah negeri yang
menakutkan. Negeri hantu atau neraka jahanam? Sulit dijelaskan. Satu sama lain
saling curuga, satu sama lain saling hujat, satu sama lain saling bunuh. Tak
ada pegangan, tak ada kepercayaan, semua tenggelam dalam multi krisis.
O, ow ! Sebetar.
Kayanya aku terjebak lagi untuk membicarakan masa lalu. Maaf, ini sedikit
kekeliruan ! Kenapa pikiranku selalu mengarah ke sana ? Tapi tidak apa-apa,
kan? Aduh, kacau juga. Bagaimana, ya? Oke ! Aku harus akui. Kita terlahir
begini adalah buah dari sejarah perjalanan hidup. Jadi, sejarah itu memang
penting. Ya, sangat penting. Dan sebelum berlanjut aku ralat dulu pernyatanku
tadi. Mulai hari ini aku tidak akan melupakan masa laluku. Walau sepahit
empedu, masa lalu adalah peningalan yang sangat berharga, cermin bagi kehidupan
yang akan kita jelang.
Nyap lenyap / Nyap
lenyap / Nyap lenyap / Hir yang tersihir / Sihirnya lenyap / mangkat ke jagat
ma’rifat / Bersemayam di ujung langit / Mengerak di dasar bumi / Jangan ingin
bertumu walau berupa baying-bayang / Sekarang bukan kemarin / Pa lupa / Pa lupa
/ Pa lupa / Mantraku mantra sejati / Sekali berkata sekali jadi / Puah ! Puah !
Puah ! .... Mudah-mudahan saja aku tidak membicarakan lagi masa laluku itu.
Maksudku, setidaknya dapat mengurangi obrolan yang.. apa gitu loh ? Eh anu…obrolan
yang lebih banyak omong kosongnya..... Oke ? Kita Kembali pada soal
kepresidenanku.
Ya! Aku sang presiden
untuk hari ini dan di tahun - tahun yang akan datang. Pepatah bilang, ilmu
adalah jendela dunia. Itu benar sekali. Karena kekuatan ilmulah aku bisa
menguasai seluruh kota besar di negeri ini. Tapi ilmuku sungguh berbeda dengan
ilmu yang dimiliki para ekonom, politikus, teknokrat, kiai, pandeta, biksu atau
yang lainnya. Ilmuku adalah ilmu kebal. Pertama kebel dari rasa malu, kedua
kebal tidak beriman dan ketiga kebal oleh senjata tajam termasuk sama peluru. Kombinasi kekebalan itulah yang mengantarkan aku meraih gelar sang presiden.
Paham? Pasti belum. Orang-orang bilang aku adalah manusia sakti. Si otot baja,
si tulang besi. Preman-preman bertekuk lutut, polisi berkualisi, pengusaha tak
kuasa berkata tidak jika aku meminta dan pejabat erat bersahabat. Itulah
Gustiar Sarifudin, yang berjaya sejak usia sembilan belas tahun, yang dipanggil
namanya menjadi Gus Sar oleh maha guru, para genderewo penghuni gunung Bohong
Gorowong. Yang sejak itu sudah mulai bergabung dengan mapia-mapia sekaliber
Alcapon.
Tapi setelah aku
menemukan titik kejenuhan dan segala urusan yang menyangkut usaha dan
kepemimpinan, aku serahkan pada anak dan bawahanku, segalanya menjadi berobah
drastis. Gelar kepresidenanku tidak populer lagi. Kolega-kolegaku tidak lagi
bersahabat. Mereka menyerangku dengan mengorek-orek titik kelemahanku. Aku
banyak memeliki istri simpanan. Aku selalu menghajar sampai habis orang-orang
yang tidak sejalan dengan pikiranku. Aku banyak menggunakan uang negara tanpa
mengembalikan pada kas negara baik keuntungan atau mudal yang diambil.
Begitulah mereka memberitakanku diberbagai media masa. Lebih heran lagi anak
buahku ikut ikutan, sehingga aku terpojok dan kehilangan kepercayaan.
Mereka yang pernah aku beri makan, aku bangunkan mesjid, aku bangunkan
sekolahan tidak lagi mengidolakanku. Semua mencapakanku pada jurang kehinaan.
Aku dipandang kotor, lebih kotor dari anjung kudisan, lebih hina daripada
pelacur yang hidup di gorong-gorong jembatan. Namu bukan itu saja, hartaku juga
mereka jarah. Bangsat! Aku diam bukan berarti aku tidak berdaya. Tapi….Aduh!
Lagi-lagi kepalaku pusing. Aku mual. Aku panas dingin. Mataku berkunang-kunang.
Air. Air. Aku mau air. Oh, paru-paruku. Wo! Wo ! Wo ! Darah ? Aku muntah darah
lagi. Siapa yang menyantetku ? Siapa orangnya yang tidak jantan itu ? Tidak !
Tidak mungkin mereka menyantetku. Aku orang sakti. Aku orang kebel. Tidak ada
seorang pun di negeri ini mampu menandingi kesaktianku. Semua dukun santet
sudah punya ikatan denganku. Mereka sudah berjanji sumpah setia kepadaku. Ah!
Ini ulah dokter. Dokter itu bilang aku punya….. Laknat para dokter yang telah
mengatakan paru-paruku terkena TBC... Apa ? Aku TBC. Paru-paruku tinggal separuh
lagi, benarkah itu ? Oh, lambat laun sang presiden akan kehilang paru-parunya.
TBC itu setan apa sih? Berani-beraninya mengerogoti paru-aparuku. Guru. Guru!
Guru! Tolonglah aku. Tolong. Tolong!... Siapa guruku? Setan! Malah ketawa.
Selamatkan aku setan! Cepat! Jangan sampai ketahuan oleh mereka. Aku tidak
ingin kehilangan tahta kepresidenan. Aku takut semua yang telah kumiliki akan
lenyap atau diambil lagi sama mereka. Tidak! Jangan sampai lenyap. Siapa lagi
yang akan membangun jembatan layang? Siapa lagi yang akan membangun masjid ?
Siapa lagi yang akan melindungi orang-orang miskin itu? Siapa lagi yang akan
berkunjung ke makam orang tuaku?
Hei! Jangan berisik.
Siapa yang memanggil-manggil nama kecilku? Aku tidak suka nama itu. Singkirkan
jauh-jauh. Aku bukan Gustiar Sarifudin. Nama itu sudah tidak ada. Sudah
terkubur jauh ke dasar bumi bersama kepedihannya. Percayalah. Aku Gus Sar. Aku
bukan Gustiar Sarifudin. Aku Gus Sar. Aku Gus …Gus..Gus.. Gusti kenapa aku
mesti muntah darah lagi.
**
Oh, sekarang aku tidak lagi
Gus Sar. Aku kembali menjadi Gustiar Sarifudin, anak buruh tani itu.
Topeng-topengku satu persatu sudah melepuh jadi arang, terbakar waktu yang
semakin mendekati senja. Aku tidak punya kekuatan lagi. Bermula dari titik nol
dan berakhir di titik nol. Tolong putar kembali roda itu pada 45 tahun yang
lalu wahai yang memiliki kegaiban, jangan berikan aku bunga rampai hari ini.
Aku belum sanggup berselimutkan kain putih belapis
itu. Belerilah aku kesempatan satu repelita lagi. Aku masih ingin bertugur sapa
dengan matahari. Aku masih sanggup menyusun kembali pilar-pilar yang sudah
roboh. Lagi pula mimpiku belum selesai, masih ribuan episode tertunda. Wahai
pembuka dan penutup hari, aku tahu Engkau terkasih dari yang suka menabur
kasih, maka kasihanilah aku. Sekeli lagi aku mohon. Berilah kesempata satu repelita saja. Cuma satu
repelita. Re..pelitac pelitac lita.. tac a..a..a.aaaaaa. Aastaganaga.
Nak, tolonglah ayah.
Jangan rayakan penderitaanku dengan kado pernikahan dan perceraian. Carikan ayah
kekebalan baru yang tidak akan aus ditelan waktu. Jika ada yang memilikinya
cepat pinta. Kalau perlu dibeli, beli saja atau tukar dengan kekayaan kita.
Ayah mau walau kekebalan baru itu harus ditukar dengan seluruh harta kekayaan
kita. Cepat jangan beridiam diri di balik telari besi, waktunya sudah meped.
Jangan katakan tidak bisa dan tidak ada, aku benci kata-kata itu. Juga jangan
takut kehilang harta. Kalau ayah sudah pulih seperti sedia kala dan kekebalan
baru itu menjadi milikku, harta yang mereka rebut atau kau berikan sebagai
penukar pasti akan segera didapatkan kembali. Yakinlah walau kita mesti mulai
lagi menghitung dari angka satu. Itu tidak akan lama. Hanya satu repelita.
Hanya satu repelita. Re…pe… li….ta..aaa…. aaa.. ah!
Monolog Aku sang Presiden karya Hermana HMT
Izin promo ya Admin^^
ReplyDeletebosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik
ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
add Whatshapp : +85515373217 ^_~ :))