PACAR (THE LOVER) KARYA HAROLD PINTER
Panggung terbagi
dua daerah (area). Di sebelah kanan ruang duduk dengan ruangan depan dan pintu
depan di up centre. Kamar tidur dan dan balkon sejajar, di sebelah kiri. Ada
tangga menuju ke tempat tidur. Dapur ada di sebelah kanan off stage. Sebuah
meja dengan taplak beludru pajangan terletak di dinding kiri ruang duduk,
contra stage. Di ruang depan ada lemari kecil. Segala perabotan disusun dengan
penuh selera dan suasananya mengesankan.
Sarah
sedang membereskan dan membersihkan asbak di ruang duduk. Pagi hari dengan
menggunakan gaun pagi yang riang dan segar serta sopan. Ricard masuk dari kamar
mandi ke kamar tidur, off stage kiri, mengambil jas kantor dari lemari,
menghampiri Sarah, menciumnya di pipi, ia memandang kepada istrinya sambil
tersenyum, Sarah tersenyum juga.
ADEGAN 1
RICHARD: (DENGAN RAMAH) Pacarmu
datang hari ini?
SARAH : He….eh.
RICHARD: Jam berapa?
SARAH : Tiga.
RICHARD: Apa acara kalian malam
ini….ke luar apa di rumah saja?
SARAH : Hmm. Di rumah.
RICHARD: Kalian tidak jadi ke
pameran itu?
SARAH : Tadinya mau ke sana, tapi
pikir-pikir sekali-kali aku ingin diam di rumah bersamanya.
RICHARD: Hmm, nah aku mesti
berangkat. (DIA MENUJU RUANG DEPAN MENGGUNAKAN TOPINYA) Apa dia akan lama di
sini kau kira?
SARAH : Mmm….
RICHARD: Kira-kira….jam enam,
kalau begitu.
SARAH : Ya.
RICHARD: Mudah-mudahan lancar dan
menyenangkan.
SARAH : Mmmmmm.
RICHARD: Sampai nanti, ya!
SARAH : Ya.
ADEGAN 2
Richard
membuka pintu depan lalu ke luar, Sarah meneruskan pekerjaannya, membereskan
ruangan duduk. Lampu fade in. lampu fade up. Hari baru malam, Sarah masuk ke
kamar masih memakai baju yang sama, tetapi sekarang memakai sepatu dengat tumit
yang sangat tinggi. Ia menuangkan minuman dan duduk di sofa sambil membaca
majalah. Lonceng berbunyi enam kali. Richard masuk dari pintu depan. Ia
mengenakan stelan yang sopan yang dipakainya tadi pagi. Diletakkan tas kantor
di lantai di ruang depan lalu masuk ke ruang duduk. Sarah tersenyum padanya dan
menuangkan minuman (whisky).
SARAH : Hallo!
RICHARD: Hallo! (IA MENCIUM PIPI
SARAH, MENERIMA GELAS DARI SARAH, MEMBERIKAN KORAN PETANG PADA SARAH, LALU DUDUK
DI SEBELAH KIRI, SARAH DUDUK DI SOFA SAMBIL MEMBACA KORAN) Terima kasih
(RICHARD MINUM, MENGHELA NAFAS DALAM-DALAM DENGAN PUAS) Aah.
SARAH : Cape?
RICHARD: Sedikit.
SARAH : Jalanan macet?
RICHARD: Tidak, malah agak lancar
tadi.
SARAH : Oh, untunglah.
RICHARD: Lancar sekali. (PAUSE)
SARAH : Rasanya kau agak lambat
pulang malam ini.
RICHARD: Ah, masa?
SARAH : Sedikit.
RICHARD: Memang agak macet di
jalanan tadi. (SARAH BANGKIT, MENGAMBIL MINUMANNYA, DUDUK LAGI DI SOFA) Senang
tadi?
SARAH : Hmm, aku pergi ke Cooky
tadi.
RICHARD: Oh, ya? Ketemu siapa?
SARAH : Tak ada siapa-siapa, aku
hanya makan siang di sana.
RICHARD: Di Cooky.
SARAH : Ya.
RICHARD: Enak?
SARAH : Lumayan. (DUDUK)
RICHARD: Dan sore tadi,
bagaimana? Senang?
SARAH : Oh, ya senang sekali.
RICHARD: Jadi pacarmu datang juga
tadi?
SARAH : Mmmmmm. Oh,ya.
RICHARD: Kau tunjukkan
kembang-kembang Holyhocks itu padanya? (DIAM SEBENTAR)
SARAH : Kembang Holyhocks?
RICHARD: Ya.
SARAH : Tidak.
RICHARD: Oh.
SARAH : Apa mesti aku tunjukan?
RICHARD: Bukan, bukan. Cuma aku
ingat kau pernah bilang, bahwa dia, senang berkebun.
SARAH : Mmmmmm, ya,ya memang.
(PAUSE) Tetapi tidak begitu.
RICHARD: Ah. (PAUSE) Kalian tadi
di luar atau di rumah saja?
SARAH : Di rumah.
RICHARD: Ah. (MENENGOK KE
VENETIAN VLIANDS/KERE) Kenapa tidak rapi gulungan kere itu?
SARAH : Ya, agak mencong sedikit,
ya?
RICHARD: Panas sekali di jalanan
tadi, meskipun aku waktu sampai di jalan, matahari sudah agak suram. Tapi aku
bisa membayangkan, tentunya panas sekali di sini tadi. Di kota tadi panas
betul.
SARAH : Masa?
RICHARD: Sampai lemas
rasa-rasanya, tentu di mana-mana juga panas.
SARAH : Barangkali suhu tinggi
sekali hari ini.
RICHARD: Ada disebutkan di radio?
SARAH : Rasanya begitu, ya.
(PAUSE SEBENTAR)
RICHARD: Satu gelas lagi sebelum
makan?
SARAH : Mmmmmm. (RICHARD
MENUANGKAN WHISKY LAGI)
RICHARD: Jadi kere tadi kau
turunkan rupanya.
SARAH : Ya, kami turunkan.
RICHARD: Sinar matahari memang
menyilaukan sekali tadi.
SARAH : Ya, silau sekali.
RICHARD: Memang, susahnya sinar
langsung masuk ke ruangan ini, kalian tidak pindah ke tempat lain?
SARAH : Tidak. Kami di sini saja.
RICHARD: Silau sekali tentunya.
SARAH : Memang, itu sebabnya kere
kami turunkan. (PAUSE)
RICHARD: Soalnya kalau kere tidak
diturunkan kamar ini jadi panas sekali.
SARAH : Begitu, ya?
RICHARD: Barangkali juga tidak.
Barangkali kau Cuma merasa lebih panas.
SARAH : Ya, itu barangkali.
(PAUSE) Apa saja yang kalian kerjakan hari ini?
RICHARD: Rapat bertele-tele.
SARAH : Makan malam dingin, kau
suka kan?
RICHARD: Ya, tidak apa-apa.
SARAH : Aku tidak sempat masak
apa-apa hari ini. (SARAH MENUJU ARAH DAPUR)
RICHARD: Eh, sebentar….aku
sebetulnya ingin menanyakan sesuatu padamu.
SARAH : Apa?
RICHARD: Pernahkah terpikirkan
olehmu bahwa sewaktu kau melupakan kesetiaanmu padaku tadi sore, aku sedang
duduk di meja kantor membolak-balik lembaran-lembaran pembukuan.
SARAH : Lucu sekali pertanyaanmu
itu.
RICHARD: Aku Cuma ingin tahu.
SARAH : Belum pernah kau bertanya
seperti itu.
RICHARD: Sudah lama ingin ku
tanyakan padamu.
SARAH : (PAUSE SEBENTAR)
Kadang-kadang terpikir juga.
RICHARD: Betul?
SARAH : Mmmmmm.
RICHARD: (PAUSE SEBENTAR) Lalu
bagaimana perasaanmu tentang itu?
SARAH : Justru seperti bumbu
penyedap.
RICHARD: Masa betul begitu?
SARAH : Ya, betul.
RICHARD: Maksudmu sewaktu kau
bersamanya….kau membayangkan aku, duduk di balik meja kantorku membolak-balik
kertas pembukuan?
SARAH : Hanya….kadang-kadang.
RICHARD: Ya, tentu.
SARAH : Tidak selalu.
RICHARD: Ya, tentu saja.
SARAH : Hanya pada saat-saat
tertentu.
RICHARD: Mmmmmm, tapi nyatanya
aku tak pernah benar-benar dilupakan, kan?
SARAH : Tak pernah.
RICHARD:
Terus terang terharu juga aku mendengarnya.
SARAH : (PAUSE SEBENTAR)
Bagaimana mungkin aku melupakanmu?
RICHARD: Gampang sekali kan?
SARAH : Tapi aku tinggal dalam
rumahmu.
RICHARD: Bersama orang lain.
SARAH : Tapi kaulah yang aku
cintai.
RICHARD: Apa?
SARAH : Tapi kaulah yang aku
cintai. (PAUSE RICHARD MEMANDANGI ISTRINYA, MENGANGKAT GELASNYA)
RICHARD: Ayo kita minum lagi.
(SARAH MAJU SEDIKIT, RICHARD MENARIK KEMBALI GELASNYA MELIHAT KE SEPATU SARAH)
Sepatu apa itu?
SARAH : Mmmmmm?
RICHARD: Sepatu itu. Aku belum
pernah melihatnya, tumitnya tinggi sekali.
SARAH : (MENGGUMAM) Salah, sorry.
RICHARD: (TIDAK DENGAR) Sorry,
kenapa?
SARAH : Sebentar….kutanggalkan
dulu.
RICHARD: Pasti tidak begitu enak
dipakai di dalam rumah kiraku. (SARAH KE RUANG DEPAN MEMBUKA LEMARI, MENARUH
SEPATU BERTUMIT TINGGI DI DALAMNYA, DAN MENGELUARKAN SEPATU BERTUMIT RENDAH,
RICHARD MENUANGKAN MINUMAN UNTUK DIRINYA SENDIRI. SARAH KE MEJA SAMBIL
MENYALAKAN ROKOK) Jadi kau membayangkan diriku seperti katamu tadi, duduk di
meja kantorku?
SARAH : Ya, tapi bayangan itu
tidak begitu meyakikanku.
RICHARD: Kenapa tidak?
SARAH : Karena aku tahu kau tidak
ada di sana. Aku tahu pasti kau bersama gula-gulamu.
RICHARD: (PAUSE) Oh, begitu?
SARAH : (PAUSE SEBENTAR) Kau
tidak lapar?
RICHARD: Banyak sekali tadi aku
makan siang.
SARAH : Apa saja yang kau makan?
RICHARD: (BERDIRI DEKAT JENDELA)
Bagusnya matahari senja.
SARAH : Betulkah kau bersama
gula-gulamu?
RICHARD: (MEMBALIKKAN BADANYA DAN
KETAWA) Gula-gula? Apa itu?
SARAH : Alah, Richard….
RICHARD: Bukan, bukan. Cuma
kata-kata itu kedengarannya aneh di telingaku.
SARAH : Aneh? Kenapa? (PAUSE
SEBENTAR) Aku selalu terus terang padamu, mengapa kau tidak terus terang juga
padaku?
RICHARD: Tapi aku tidak punya
gula-gula, aku bergaul akrab dengan seorang pelacur, tapi aku tidak punya
gula-gula. Ada perbedan besar antara kedua-duanya.
SARAH : Pelacur?
RICHARD: (SAMBIL MEMASUKKAN
SEBUAH ZAITUN KE MULUTNYA) Ya seorang pelacur biasa, seorang perempuan jalang
biasa. Tidak berharga apa-apa untuk dibicarakan. Selalu siap dipakai sehabis
perjalanan jauh dengan kereta api, Cuma itu saja.
SARAH : Kau kan tak pernah
bepergian naik kereta api? Kau kan naik mobil kemana-mana?
RICHARD: Tepat, secangkir coklat
panas, sementara minyak dan air mobil diperiksa.
SARAH : (PAUSE SEBENTAR) Gersang
sekali kedengarannya, seperti mesin saja.
RICHARD: Oh, tidak.
SARAH : (PAUSE) Terus terang, aku
tidak pernah mendengarkan kau mengakui segalanya dengan serendah itu.
RICHARD: Kenapa tidak? Kau pun
belum pernah seperti sekarang kan? Bicara terus terang. Kejujuran apa pun
bayarannya. Ku uji kebahagiaan setiap perkawinan. Kau setuju kan?
SARAH : Tentu.
RICHARD: Jadi kau setuju?
SARAH : Seratus persen.
RICHARD: Maksudku, kalau begitu
kau pun harus berterus terang padaku.
SARAH : Tak ada satu pun yang aku
sembunyikan.
RICHARD: Tentang pacarmu. Aku
harus mengikuti jejakmu.
SARAH : Terima kasih. (PAUSE) Ya,
aku juga sudah lama merasakannya.
RICHARD: Masa, kau sudah merasa
curiga juga?
SARAH : Mmmmmm.
RICHARD: Perasaanmu memang tajam
sekali.
SARAH : Tapi sungguh tak masuk
akalku bahwa dia cuma perempuan seperti katamu tadi.
RICHARD: kenapa tidak?
SARAH : Pokoknya tidak masuk
akal. Kau mempunyai selera yang baik. Kau menyenangi perempuan yang luwes dan
lembut.
RICHARD: Dan yang cerdas.
SARAH : Ya, yang cerdas.
RICHARD: Ya, kecerdasan.
Betul-betul syarat mutlak bagi seorang laki-laki.
SARAH : Apa dia cerdas.
RICHARD: (TERTAWA) Bagaimana kita
bisa menggunakan kata seperti itu. Tidak mungkin kita bertanya apa seorang
pelacur itu cerdas atau tidak. Apa dungu atau bijak itu sama sekali tidak
menjadi soal. Dia cuma seorang pelacur, sekedar alat yang bisa memuaskan atau
tidak memuaskan.
SARAH : Dan dia memuaskan kau.
RICHARD: Hari ini dia memuaskan.
Tapi besok belum kita pastikan. (IA MENUJU KE ARAH TEMPAT TIDUR SAMBIL MEMBUKA
JASNYA)
SARAH : Sikapmu terhadap
perempuan sungguh aneh dan mengejutkan.
RICHARD: Mengapa? Aku toh tidak
berusaha mencari seorang perempuan yang persis seperti kau, aku tidak mencari
seorang perempuan seperti yang bisa kuhormati, seperti aku hormat padamu, kan?
Yang kubutuhkan hanyalah….bagaimana aku mesti mengakuinya….seseorang yang bisa
membangkitkan nafsuku dengan segala daya rangsang yang ada padanya, cuma itu.
(IA PERGI KE KAMAR TIDUR, MENGGANTUNG JASNYA DI LEMARI DAN MEMAKAI SANDAL. DI
KAMAR SARAH DUDUK MELETAKKAN GELAS MINUMANNYA, RAGU-RAGU LALU MENGIKUTI KE
KAMAR TIDUR)
SARAH : Aku merasa sayang
hubunganmu dengan perempuan itu begitu rendah, tak bermartabat.
RICHARD: Martabatku, ada dalam
kehidupan rumah tanggaku.
SARAH : Tanpa kebijaksanaan.
RICHARD: Begitu juga
kebijaksanaanku, bukan nilai-nilai itu yang kucari, itu semua sudah terpenuhi
dalam dirimu.
SARAH : Kalau begitu buat apa kau
mencarinya juga. (PAUSE)
RICHARD: Apa katamu?
SARAH : Buat apa….kau mencarinya
di tempat lain.
RICHARD: Tapi kau juga
mencari-carinya. Mengapa aku tidak boleh.
SARAH : (PAUSE) Siapa yang
mencarinya terlebih dahulu?
RICHARD: Kau?
SARAH : Tidak, aku kira itu tidak
betul.
RICHARD: Siapa yang lebih dahulu
kalu begitu. (SARAH MELIHAT KE RICHARD SAMBIL TERSENYUM SEDIKIT. FADE UP).
(MALAM TERANG BULAN DI BALKON.
LAMPU-LAMPU FADE IN RICHARD MASUK KE KAMAR TIDUR DENGAN PIAMANYA, MELIHAT-LIHAT
BUKU DAN MEMBOLAK-BALIKNYA. SARAH KE LUAR DARI KAMAR MANDI DENGAN BAJU
TIDURNYA, SARAH DUDUK DIMUKA TOILET MENYISIR RAMBUTNYA)
SARAH : Richard?
RICHARD: Hmmmmm?
SARAH : Apa kau ingat juga
padaku….waktu kau bersamanya?
RICHARD: Oh, sedikit. Tidak
terlalu. (PAUSE) Kami membicarakan kau.
SARAH : Kau cerita tentang aku
padanya?
RICHARD: Kadang-kadang, dia
senang mendengarnya.
SARAH : Senang?
RICHARD: (MENGAMBIL SEBUAH BUKU)
Hmmmmm.
SARAH : Bagaimana….caranya kau
membicarakan aku.
RICHARD: Secara halus tentunya,
kami menganggap sebagai bahan bercanda, untuk perangsang kalau kami
membutuhkannya.
SARAH : (PAUSE) Bagaimanapun juga
aku tidak bisa bilang bahwa aku senang kau jadikan bahan pembicaraan seperti
itu.
RICHARD: Memang maksudnya bukan
untuk menyenangkan hatimu.
SARAH : Tapi aku, ya, sudah
jelas.
RICHARD: (DUDUK DI TEMPAT TIDUR)
Tentunya kenikmatan yang kau peroleh setiap sore sudah cukup bagimu. Kau tentu
tidak mengharapkan, tambahan kenikmatan dari kesenangan yang kuperoleh kan?
SARAH : Tidak, tentu tidak.
RICHARD: Lalu apa gunanya
pertanyaan ini?
SARAH : Tapi kau yang memulainya
dulu. Kau mengorek-ngorek cerita….pihakku. kau biasanya tidak pernah bertanya
apa-apa.
RICHARD: Rasa ingin tahu yang objektif. Cuma itu.
(MENYENTUH PUNDAK SARAH) Kau kan tidak mau bilang bahwa sku cemburu padamu?
(SARAH TERSENYUM SAMBIL MEMBELAI-BELAI TANGAN RICHARD)
SARAH : Sayang, aku kenal kau.
Kau tidak akan sudi merendahkan dirimu sampai sejauh itu.
RICHARD: Tentu saja tidak.
(MEREMAS PUNDAK SARAH) Dan kau? Kau tidak cemburu kan?
SARAH : Tidak. Dari ceritamu
tentang wanita itu aku tahu bahwa apa yang kualami selama ini, jauh lebih kaya
dan berharga dari pada pengalaman kalian.
RICHARD: Mungkin. (IA MEMBUKA
JENDELA LEBAR-LEBAR DAN BERDIRI MEMANDANG KE LUAR) Ah, tentramnya, coba kau
kemari dan lihat ke sana. (SARAH MENDEKATI RICHARD MEREKA BERDUA BERDIRI
TERDIAM) Apa yang akan terjadinya sekiranya aku pulang cepat. Barangkali kita
bisa berkumpul sore hari, sambil minum the di restauran.
SARAH : Kenapa mesti di
restauran? Kenapa tidak di sini saja?
RICHARD: Di sin? Janggal sekali
menurut perasaanku. (PAUSE) Sayang pacarmu itu belum pernah menyaksikan malam
dari jendela ini.
SARAH : Belum, dia terpaksa
pulang sebelum matahari terbenam.
RICHARD: Apa dia tidak pernah
bosan pada pertemuan-pertemuan di sore hari yang kalian lakukan ini? Saban sore
minum the bersama. Kalau aku tentu bosan. Sebuah poci susu dan teko the sebagai
lambang abadi untuk mengenangkan saat-saat nafsu kita menggelora. Pasti akan
menghempaskan segala gejolak yang ada di dadamu.
SARAH : Tapi dia menyesuaikan
diri. Dan lagi, kalau kere diturunkan, rasanya seperti malam juga.
RICHARD: Ya, tentu saja. (PAUSE)
apa pendapatnya tentang suamimu?
SARAH : (PAUSE SEBENTAR) Dia menghargaimu.
RICHARD: (PAUSE) Aneh, tapi aku
merasa terharu juga bahwa dia merasa begitu terhadapku. Sekarang aku mengerti
mengapa kau begitu menyukainya.
SARAH : Dia baik sekali.
RICHARD: Mmmmmm.
SARAH : Kadang-kadang dia
berengsek juga tentu.
RICHARD: Ya, setiap orang kan
begitu.
SARAH : Tapi dia sayang sekali
padaku. Seluruh tubuhnya memancarkan kasih sayang.
RICHARD: Menjijikan.
SARAH : Tidak.
RICHARD: Dia juga jantan kuharap.
SARAH : Jantan sekali.
RICHARD: Pasti membosankan.
SARAH : Tidak, sama sekali tidak.
(PAUSE) Orangnya menyenangkan sekali, ada-ada saja leluconnya.
RICHARD: Oh, senang juga kalau
begitu. Jadi dia membuatmu tertawa. Tapi, awas jangan sampai tetangga mendengar
omongan kalian, kita meski menjaga omongan orang.
SARAH : (PAUSE) Kita beruntung
tinggal di daerah ini, jauh dari jalan besar, jauh dari mana-mana.
RICHARD: Ya. Kau benar. (MEREKA
KEMBALI KE KAMAR. BERBARING DI TEMPAT TIDUR. RICHARD MENGAMBIL BUKU DAN
MEMPERHATIKANNYA, DITUTUP BUKU ITU DAN DILETAKKANNYA) Tidak begitu menarik.
(DIMATIKANNYA LAMPU DI MEJA SAMPINGNYA) Dia sudah kawin?
SARAH : Hmmmmm.
RICHARD: Bahagia?
SARAH : Mmmmmm. (PAUSE) Kau pun
bahagia bukan? Kau toh tidak cemburu atau apa?
RICHARD: Tidak.
SARAH : Begitulah seharusnya.
Sebab segala sesuatu antara kita berimbang dengan baik sekali, Richard. (FADE
OUT)
ADEGAN 3
Fade
up. Pagi, Sarah sedang memakai baju tidurnya di atas tempat tidur, lalu
membereskan tempat tidur.
SARAH : Sayang. (PAUSE) Apa….akan
siap hari ini?
RICHARD: (DARI KAMAR MANDI)
Apanya yang siap?
SARAH : ………………………………………………………………
RICHARD: Belum. Pagi ini belum.
(MASUK MEMAKAI STELANNYA BIASA, MENCIUM SARAH DI PIPI) Hari Jum’at baru siap.
Nah, aku pergi. (KE LUAR DARI KAMAR TIDUR, AMBIL TOPI DAN TAS KANTOR DI RUANG
DEPAN)
SARAH : Richard. (RICHARD
BERBALIK) Kau tidak akan pulang cepat-cepat hari ini, kan?
RICHARD: Maksudmu, dia mau datang
lagi hari ini? Ya ampun kemarin dia kemari, hari ini lagi?
SARAH : Ya.
RICHARD: Beres kalau begitu. Aku
tidak akan pulang cepat. Aku mau ke museum.
SARAH : Ya, pergilah ke sana.
RICHARD: Berangkat ya.
SARAH : Ya. (LAMPU FADE OUT.
SARAH TURUN DARI TANGGA MASUK KE RUANG DUDUK. DIA MEMAKAI BAJU HITAM YANG
SANGAT KETAT, DENGAN POTONGAN RENDAH, CEPAT-CEPAT DIRINYA DALAM KACA. TIDAK
SADAR DIA MEMAKAI SEPATU HAK RENDAH. CEPAT-CEPAT DIA MENUJU KE LEMARI, MENUKAR
SEPATUNYA DENGAN YANG BERHAK TINGGI. MELIHAT LAGI KE KACA SAMBIL MERATAKAN LAGI
BAGIAN PINGGULNYA. DIA KE JENDELA MENURUNKAN KERE MENARIKNYA KEMBALI LALU
MENURUNKANNYA LAGI SAMPAI TINGGAL ADA SEDIKIT CAHAYA YANG MASUK. TERDENGAR
LONCENG TIGA KALI. DIA MELIHAT KE JAM TANGANNYA, MEMPERBAIKI KEMBANG DI MEJA,
BEL PINTU BERDERING IA KE PINTU)
(TUKANG SUSU MASUK)
JOHN : Kepala susu?
SARAH : Mengapa lambat?
JOHN : Kepala susu?
SARAH : Tidak. Terima kasih.
JOHN : Mengapa tidak.
SARAH : Masih ada, berapa mesti
ku bayar?
JOHN : Ny. Owens ambil tiga
botol yang sudah dikentalkan.
SARAH : Berapa?
JOHN : Tapi ini belum hari
sabtu.
SARAH : (MENGAMBIL SUSU) Terima
kasih.
JOHN : Betul nyonya tidak
ambil kepala susu? Nyonya Owens ambil tiga botol.
SARAH : Terima kasih.
ADEGAN 4
Ditutupnya
pintu, Sarah masuk ke dapur dengan membawa susu itu. Kembali membawa baki, teko
the dan cangkir di tangan, meletakkan semua itu di meja samping kursi panjang.
Sekali-kali membetulkan letak bung-bunga dalam vas, duduk di kursi panjang,
menarik stoking di bawah roknya, bel berbunyi. Sarah menarik roknya ke bawah,
dia ke pintu membuka.
SARAH : Hallo, Max.
Richard
masuk tanpa memaki dasi dengan memakai jacket, dia masuk ke ruang itu dan
berdiri di situ. Sarah menutup pintu di belakangnya, bejalan perlahan-lahan
melewati Richard, lalu duduk di sofa, menyilangkan kakinya.
Pause.
Max berjalan ke arah sofa dan berdiri, di belakang Sarah. Sarah menegakkan
punggungnya ke belakang, menurunkan kakinya, pindah ke kursi yang ada di
sebelah kiri.
Pause.
Max melihat ke arah Sarah, lalu ke lemari yang ada di ruang depan mengambil
bongo. Ia meletakkan bongo di atas sofa, lalu berdiri.
Pause.
Sarah bangkit melewati Max menuju ke ruang depan, berbalik melihat ke Max, Max
pindah ke bawah sofa, mereka berdua duduk di bawah sofa, di ujungnya. Max mulai
memukul bongo menuju tangan Sarah, Sarah mencakar punggung tangan Max dengan
keras. Tangan Sarah mundur. Jari-jarinya memukul drum bergantian sambil mendekati Max, lalu berhenti.
Telunjuknya menggaruk-garuk antara jari Max, jari-jarinya yang lain mengikuti,
kaki-kai menegang, tangan Max memegang tangan Sarah. Tangan Sarah mencoba
menghindar, tangan-tangan dan jari bergelut di atas drum, menimbulkan
suara-suara liar. Sepi. Sarah, bangun menuju ke meja minuman, menyalakan rokok.
Pindah ke mejanya. Max meletakkan drum di kursi sebelah kanan, mengmbil rokok,
bergerak ke dekat Sarah.
MAX : Maaf. (SARAH MENENGOK
KE ARAH MAX LALU MEMBUANG MUKA LAGI) Maaf ada api? (SARAH TIDAK MEMBERI REAKSI)
Apa kau punya korek api?
SARAH : Jangan ganggu aku.
MAX : Kenapa? (PAUSE) Aku
Cuma tanya apa kau punya korek api? (SARAH MENJAUH DARI MAX DAN MELIHAT DARI
ATAS KE BAWAH. MAX MENDEKATI SARAH SAMPAI KEDEKAT PUNCAKNYA, SARAH KEMBALI KE
TEMPAT SEMULA)
SARAH : Maaf. (SARAH LEWAT DI
DEPAN MAX. TUBUH MAX MENGIKUTINYA, SARAH BERHENTI) Aku tidak suka diikuti.
MAX : Kasih dulu api, aku
tidak akan mengganggu kau lagi, cuma itu yang aku perlukan.
SARAH : (GIGI TERKATUP) Pergilah
dari sini. Aku sedang menunggu seseorang.
MAX : Siapa?
SARAH : Suamiku.
MAX : Buat apa malu? Eh,
mana korek api? (DISENTUHNYA TUBUH SARAH. SEBUAH HELAAN NAFAS DARI SARAH) Di
sini? (PAUSE) Dimana? (DISENTHNYA LAGI TUBUH SARAH. NAFAS YANG TERSENTAK DARI
SARAH)
SARAH : (MENDESIS) Kau pikir apa
yang sedang kau lakukan ini.
MAX : Mulutku asam mau
merokok.
SARAH : Aku sedang menunggu
suamiku.
MAX : Aku mau api dari kau.
(MEREKA BERGULAT DIAM-DIAM SARAH MELEMPARKAN DIRI MERAPAT KE TEMBOK, DIAM. MAX
MENGHAMPIRI) Tidak apa-apa nona? Laki-laki itu dudah ku usir. Apa dia
melukaimu, barangkali?
SARAH : Oh, tuan baik sekali.
Tidak, tidak, aku tidak apa-apa. Terimakasih.
MAX : Untung sekali aku
lewat di sini, siapa mengira hal seperti ini bisa terjadi di taman secantik
ini.
SARAH : Ya, betul. Siapa yang
mengira.
MAX : Bagaimana pun juga
nona tidak diapa-apakannya?
SARAH : Aku sungguh
berterimakasih. Aku berhutang budi pada tuan, sungguh takkan terbalaskan
olehku.
MAX : Duduklah nona
sebentar dan tenangkan hati nona.
SARAH : Oh, aku sudah tenang,
terimakasih, tetapi baiklah, tuan baik sekali. Dimana kita akan duduk?
MAX : Tentu kita tidak bisa
duduk di luar. Bagaimana kalau kita duduk di pondok jaga taman itu?
SARAH : Tuan, kita sebaiknya ke
sana? Maksudku, bagaimana dengan penjaga taman nanti.
MAX : Akulah penjaga taman
ini. (MEREKA DUDUK DI PONDOK/DI SOFA)
SARAH : Aku tidak pernah
membayangkan ada orang sebaik tuan.
MAX : Memperlakukan wanita
cantik seperti nona dengan kurang ajar seperti itu. Sungguh tidak bisa
dimaafkan.
SARAH : (MEMANDANG MAX) Tuan
begitu dewasa, begitu penuh pengertian.
MAX : Tentu.
SARAH : Begitu lembut.
Begitu….barangkali memang semua ini terjadi untuk kebaikan juga.
MAX : Bagaimana maksudmu?
SARAH : Untuk mempertemukan kita.
Untuk mempertemukan kita. Kau dan aku. (JARI-JARI SARAH MERABA PINGGUL MAX. MAX
MEMPERHATIKAN JARI-JARI ITU LALU MENGANGKATNYA)
MAX : Tunggu dulu, maafkan,
aku sudah kawin. (SARAH MENARIK TANGAN DAN MELETAKKANNYA DI ATAS PAHANYA)
SARAH : Kau begitu baik, kau
tidak usah terlalu memusingkannya.
MAX : (MENARIK TANGANNYA
KEMBALI) Tidak, aku benar-benar sudah kawin. Istriku menunggu.
SARAH : Tidakkah kau bisa
bercakap-cakap dengan gadis yang tidak kenal.
MAX : Tidak.
SARAH : Oh, kau benar-benar
memualkan, hambar.
MAX : Maafkan aku.
SARAH : Kalian laki-laki
dimana-mana sama saja, beri aku rokok.
MAX : Biar mampus tidak
akan kuberikan.
SARAH : Apa katamu?
MAX : Ayolah mari kita ke
Dolores.
SARAH : Oh, tidak, sekali lagi
tidak. Aku tidak sudi kehilangan tongkatku dua kali, terimakasih. (SARAH
BERDIRI) Selamat tinggal.
MAX : Kau tidak bisa ke
luar, sayang. Pondok ini terkunci. Kita Cuma berdua di sini, kau telah masuk
perangkap.
SARAH : Perangkap! Aku sudah
kawin jangan perlakukan aku seperti ini.
MAX : (MENDEKATI SARAH)
Sudah waktunya minum teh, mari. (SARAH BERJALAN KE BELAKANG MEJA DAN BERDIRI DI
SITU MEMBELAKANGI TEMBOK, MAX MENUJU KE UJUNG MEJA YANG LAIN, MENANGGALKAN
CELANANYA MEMBONGKOK LALU MERANGKAK DI BAWAH MEJA DEKAT SARAH. MAX MENGHILANG DI
BAWAH TAPLAK BELUDRU DIAM. SARAH MEMANDANGI KE MEJA, KAKI SARAH TIDAK
KELIHATAN. TANGAN MAX MEMEGANG KAKINYA, SARAH MELIHAT KE SEKITARNYA,
MENYERINGAI, MENGATUPKAN GIGINYA, BERNAFAS TERSENGGAL-SENGGAL, LALU PERLAHAN
MASUK KE MEJA, MENGHILANG. DIAM LAMA) (SUARA MARAH) Max! (MAX DUDUK DI KURSI
KIRI. SARAH MENUANG TEH)
SARAH : Max.
MAX : Apa?
SARAH : (DENGAN KASIH
SAYANG….DIAM SEBENTAR) Apa yang sedang kau pikirkan?
MAX : Tidak apa-apa.
SARAH : Pasti ada, aku tahu.
MAX : (PAUSE) Mana suamimu?
SARAH : (PAUSE) Suamiku? Kau tahu
dimana?
MAX : Dimana?
SARAH : Bekerja.
MAX : Kasihan dia, bekerja
terus menerus sepanjang hari. (PAUSE) Aku ingin tahu bagaimana rupanya.
SARAH : (TERTAWA) Oh, Max.
Ada-ada saja kau.
MAX : Barangkali kami bisa
sesuai, siapa tahu….barangkali kami bisa bersahabat.
SARAH : Aku kira tidak mungkin.
MAX : Kenapa tidak?
SARAH : Kalian begitu berbeda.
MAX : Oh, begitu? Yang
jelas dia pasti gampang menyesuaikan diri dengan orang, maksudku dia tentu tahu
tentang pertemuan-pertemuan kita ini, kan?
SARAH : Tentu saja.
MAX : Dia sudah
bertahun-tahun tahu tentang kita, kan? (PAUSE) Mengapa dia membiarkan kita?
SARAH : Mengapa tiba-tiba
membicarakannya? Maksudku apa gunanya? Biasanya kau tidak pernah
berpanjang-panjang tentang hal ini.
MAX : Mengapa dia
membiarkan kita?
SARAH : Oh, tutup mulutmu.
MAX : Aku bertanya padamu.
SARAH : Dia tidak keberatan.
MAX : Tidak. (PAUSE) Tapi
sekarang aku yang mulai keberatan.
SARAH : Apa katamu?
MAX : Aku mulai merasa keberatan.
(PAUSE SEBENTAR) Kita mesti memperhatikan ini. Hubungan kita tidak bisa kita
teruskan.
SARAH : Kau sungguh-sungguh?
MAX : Tidak mungkin kita
teruskan.
SARAH : Kau main-main.
MAX : Tidak, aku tidak
main-main.
SARAH : Kenapa, karena suamiku?
Aku harap bukan karena suamiku. Itu namanya sudah agak keterlaluan.
MAX : Bukan, tak ada
sangkut pautnya dengan suamimu. Tapi istriku.
SARAH : Istrimu.
MAX : Aku tak sanggup lagi
membohonginya terus menerus. Aku telah bertahun-tahun membohonginya. Aku tidak
sanggup lagi, aku merana dibuatnya.
SARAH : Tapi sayang dengar dulu.
MAX : Jangan sentuh aku.
SARAH : Apa katamu?
MAX : Kau sudah dengar.
SARAH : (PAUSE) Tapi istrimu
sudah tahu, kau sudah menceritakan tentang kita padanya. Dia sudah lama tahu.
MAX : Tidak, dia tidak
tahu. Dia kira aku kenal seorang pelacur. Pelacur yang bisa ku pakai
sekali-kali, cuma itu yang dia tahu.
SARAH : Ya, tapi kita mesti
dewasa menghadapinya….sayangku….dia toh tidak keberatan.
MAX : Pasti dia akan
keberatan kalau dia tahu bahwa sebetulnya….aku punya gula-gula yang aku
kunjungi secara teratur, dua, tiga kali
seminggu, seorang wanita yang mempunyai keluwesan yang agung, cerdas dan
berpandangan luas.
SARAH : Ya, ya memang betul.
MAX : Dan aku telah
berhubungan dengan wanita itu bertahun-tahun.
SARAH : Dia tidak keberatan, dia
tidak akan keberatan, dia bahagia, dai bahagia. (PAUSE) Oh, tetapi kenapa tak
kau perhatikan saja omong kosong ini. (DIANGKATNYA BAKI-BAKI YANG BERISI MANGKUK
THE, TEKO DAN MENUJU DAPUR) Rupanya kau berusaha keras merusak suasana
pertemuan kita ini. (DIA MENGANGKAT BAKI KE LUAR, KEMBALI MELIHAT KE MAX LALU
MENGHAMPIRINYASayang kau tak mungkin memperoleh kebahagiaan seperti yang kita
milliki ini, dengan istrimu. Maksudku, suamiku, misalnya dengan sepenuh hati
menghargai aku….
Max : Bagaimana dia
menahankannya, suamimu. Bagaimana dia menahankannya? Apa dia mencium bauku
begitu dia sampai ke rumah, pada malam hari? Apa yang dikatakannya? Dia tentu
gila. Nah, sekarang jam berapa? Setengah lima, sekarang dia sedang duduk di
kantornya, tahu apa yang sedang terjadi di sini….bagaimana perasaannya,
bagaimana dia menahankannya?....Bagaimana?
SARAH : Dia bahagia kalau aku
bahagia. Dia menghargai diriku sebagaimana adanya. Dia mengerti.
MAX : Barangkali aku mesti
menemuainya dan bicara padanya.
SARAH : Kau mabuk barangkali.
MAX : Barangkali itulah
yang mesti aku lakukan. Bagaimanapun juga dia laki-laki, seperti aku. Kami
berdua laki-laki. Kau inikan cuma sekedar perempuan.
SARAH : Hentikan semua. Mengapa
kau? Apa yang terjadi dengan dirimu? (DENGAN PERLAHAN) Ayolah, hentikan,
hentikan….apa maksudmu. Apa ini juga termasuk dalam salah satu permainanmu?
MAX : Permainan? Aku tidak
pernah main-main.
SARAH : Tidak pernah? Kau selalu
main-main. Kau selalu main-main, biasanya, aku suka permainanmu yang
bermacam-macam itu.
MAX : Kalau begitu inilah
permainanku yang terakhir. Aku tidak mau main-main lagi.
SARAH : Mengapa? (PAUSE SEBENTAR)
MAX : Anak-anak. (PAUSE)
SARAH : Apa?
MAX : Anak-anak, aku harus
memikirkan anak-anak.
SARAH : Anak-anak yang mana?
MAX : Anak-anaku, anak-anak
istriku. Sebentar lagi mreka akan siap sekolah. Aku harus memikirkan mereka.
(SARAH DUDUK DEKAT MAX)
SARAH : Aku ingin membisikkan
sesuatu padamu. Dengar, biar kubisikan. Mmmmmmm? Boleh kau ijinkan? Ini sudah
waktunya berbisik-bisik, waktu minum the sudah lewat tadi. Iya, kan? Sekarang
waktu berbisik. (PAUSE) Kau senang kalau aku berbisik padamu. Kau senag kalau
aku mencintaimu, sambil berbisik dengar. Kau tidak usah merisaukan tentang
istri-istri….suami-suami atau yang sebangsanya. Konyol buat apa? Buat apa,
soalnya hanya kau, kau sekarang di sini, di sini bersamaku, di sini
bersama-sama, itulah yang penting kan? Kau berbisik padaku, kau kerjakan bukan,
itulah kita, kita cintai aku. (MAX BANGKIT)
MAX : Kau terlalu
kerempeng. (MAX MENGHINDAR) Itu soalnya, sebetulnya aku bisa tahan, asal kau
tidak begitu, kau terlalu kerempeng.
SARAH : Aku? Kerempeng? Mana bisa
kau bicara yang bukan-bukan.
MAX : Tidak, aku bilang
sebetulnya.
SARAH : Bagaimana mungkin kau
bilang aku kerempeng.
MAX : Setiap aku bergerak,
tulangmu menusuk tubuhku. Aku sudah bosan dan muak dengan tulang-tulangmu.
SARAH : Tapi aku gemuk! Lihat,
badanku berisi, setidak-tidaknya kau selalu bilang badanku berisi.
MAX : Dulu memang, tapi
sekarang badanmu tidak montok lagi.
SARAH : Coba lihat padaku! (MAX
MELIHAT KE SARAH)
MAX : Kau tidak cukup
montok, mendekati montok pun tidak, kau tahu kegemaranku kan? Aku senang
perempuan yang bertubuh besar, seperti sapi betina yang montok dan bersusu.
Sapi perahan dengan susu besar dan montok.
SARAH : Kau bicara tentang sapi
kalau begitu.
MAX : Bukan sapi, yang
kumaksud sapi betina gemuk yang besar-besar. Pernah dulu bertahun-tahun yang
lalu, kau mirip begitu.
SARAH : Terimakasih.
MAX : Tapi sekarang terus
terang saja, dibandingkan dengan perempuan idamanku….(MAX MEMANDANG SARAH)….Kau
cuma tulang dibalut kulit. (MEREKA PANDANG MEMANDANG, MAX MENGENAKAN JACKETNYA)
SARAH : Leluconmu menyenangkan
sekali.
MAX : Ini bukan
lelucon….permisi.
ADEGAN 5
Max
ke luar, Sarah memandangnya. Ia berbalik perlahan-lahan menuju ke bongo,
mengambilnya lalu meletakannya di lemari. Ia kembali memandangi sofa sebentar,
perlahan-lahan menuju ke kamar tidur, dudk di ujung tempat tidur, lampu pade
out. Pade up. Di ujung malam, bunyi lonceng enam kali. Richard masuk dari pintu
depa. Dia memakai stelan jas sopan yang biasa dipakainya, diletakkan tasnya di
lemari, topinya di tempat biasanya, melihat kesekitar ruangan menuangkan
minuman. Sarah masuk ke tempat tidur dari kamar mandi dengan memakai baju
sopan. Mereka berdua berdiri diam di kedua ruangan beberapa saat. Sarah menuju
ke balkon, melihat ke luar, Richard masuk ke tempat tidur.
RICHARD: Hallo! (PAUSE)
SARAH : Hallo!
RICHARD: Menikmati matahari
tenggelam? (IA MENGAMBIL BOTOL) Minum?
SARAH : Tidak sekarang, aku tidak
ingin minum, terimakasih.
RICHARD: Oh, tadi rapat
membosankan sekali, berlarut-larut sampai seharian, melelahkan sekali. Tapi ada
juga hasilnya kukira, maaf aku agak terlambat, terpaksa menemani tamu-tamu
kantor dari luar negeri, orang baik-baik. (IA DUDUK) Bagaimana kau?
SARAH : Baik-baik saja.
RICHARD: Bagus! (DIAM) Kau
kelihatan agak murung ada yang kurang beres.
SARAH : Tidak.
RICHARD: Bagaimana kau hari ini,
senang?
SARAH : Biasa.
RICHARD: Tidak ada yang luar
biasa yang menyenangkan hatimu? (PAUSE)
SARAH : Sedang-sedang saja.
RICHARD: Oh, sayang sekali.
(PAUSE) Nyaman rasanya pulang ke rumah, tak bisa kubayangkan, lega dan tentram
rasanya. (PAUSE) Pacarmu tadi datang? (PAUSE) Sarah?
SARAH : Apa? Maaf ada yang sedang
kupikirkan.
RICHARD: Apa pacarmu datang tadi?
SARAH : Oh, ya dia datang.
RICHARD: Apa dia datang dalam
keadaan baik?
SARAH : Kepala ku agak pusing
rasanya.
RICHARD: Apa keadaannya kurang
baik?
SARAH : Semua orang pasti pernah
absen dalam hidupnya.
RICHARD: Masa dia juga? Bukankah
tugas seorang pacar itu justru harus siap, setiap saat. Maksudku misalnya,
andai kata kau mendapat kesempatan jadi kecintaan seseorang dan diminta untuk
menjalankan tugasku, pasti akan kulepaskan karena tidak sanggup melaksanakan
tugas dengan teratur dan memuaskan.
SARAH : Kau gemar sekali memakai
kalimat-kalimat yang panjang kelihatannya.
RICHARD: Apa kau lebih senang aku
menggunakan kata-kata yang pendek?
SARAH : Tidak usah terimakasih.
(PAUSE)
RICHARD: Tapi benar-benar aku
turut menyesal, pengalamanmu hari ini tidak menyenangkan.
SARAH : Ah, tidak apa-apa.
RICHARD: Mungkin segalanya akan
menjadi lebih baik.
SARAH : Mungkin. (PAUSE) Aku
harap begitu. (SARAH KE LUAR DARI KAMAR TIDUR MASUK KE RUANG DUDUK, MENYALAKAN
ROKOK LALU DUDUK, RICHARD MENGIKUTINYA)
RICHARD: Bagaimana pun juga kau
cantik sekali!
SARAH : Terimakasih.
RICHARD: Ya, kau cantik sekali,
aku bangga setiap kali orang melihatku bersamamu, kalau kita pergi makan malam
atau nonton teater.
SARAH : Syukurlah.
RICHARD: Atau dalam pesta-pesta
dansa.
SARAH : Ya, pesta-pesta dansa.
RICHARD: Aku tidk main-main, aku
betul-betul merasa bangga berjalan bersamamu sebagai istriku, menggandengmu.
Aku senang melihat kau tersenyum, tertawa, jalan, bicara, membungkuk, diam.
Mendengar caramu bicara, kau gunakan susunan kalimat-kalimat dan
ungkapan-ungkapan yang paling muktahir, kau selalu memakai kata-kata yang tepat
dengan rasa bahasamu yang halus. Ya, aku merasa bangga melihat orang lain iri
hati akan keberuntunganku, berusaha memikat hatimu dengan cara baik atau tercela,
dan melihat pembawaanmu yang agung itu mengutuk dan mengusir mereka.
Benar-benar menjadi sumber kebahagiaan yang tiada taranya bagiku. (PAUSE) Kita
makan apa mala mini?
SARAH : Belum kupikirkan.
RICHARD: Oh, mengapa belum?
SARAH : Aku capek memikirkannya,
lebih baik tidak kupikirkan.
RICHARD: Oh, saying sekali,
padahal aku lapar. (PAUSE SEBENTAR) Tampaknya kau tidak mengira kalau aku akan
minta makan, setelah bekerja keras menyaring dan membicarakan soal-soal
pembiayaan yang rumit di kota. (SARAH TERTAWA) Agaknya kau bisa dikatakan telah
melalaikan tugasmu sebagai seorang istri.
SARAH : Ya, Tuhan.
RICHARD: Terus terang aku memang
telah mengira hal seperti ini akan terjadi sekali waktu. (PAUSE)
SARAH : Bagaimana kabarnya
pelacurmu?
RICHARD: Baik-baik saja.
SARAH : Apa sekarang dia lebih
gemuk atau kurus?
RICHARD: Semakin lama semakin
kurus.
SARAH : Tentu dia mengecewakanmu.
RICHARD: Sama sekali tidak, aku
senang wanita yang kurus.
SARAH : Bukan sebaliknya.
RICHARD: Sebaliknya? Apa sebab
kau berpikir begitu? (PAUSE) Tentu saja kegagalanmu menyediakan makan mala mini
ada hubungannya juga dengan kehidupan yang kau jalani akhir-akhir ini bukan?
SARAH : Tidak.
RICHARD: Aku yakin. (PAUSE)
Mungkin aku telah menyakiti hatimu, betulkah?
SARAH : (MELIHAT PADA RICHARD)
Entahlah.
RICHARD: Ya, memang betul, waktu
jalanan macet di jembatan tadi, aku telah mengambil keputusan. (PAUSE)
SARAH : Oh, keputusan apa?
RICHARD: Bahwa ini harus
dihentikan.
SARAH : Apa?
RICHARD: Penyelewenganmu. (PAUSE)
Kehidupanmu yang indah, jalan hidupmu yang serong.
SARAH : Begitu?
RICHARD: Ya, aku telah mengambil
keputusan yang tidak bisa diubah lagi. (SARAH BERDIRI)
SARAH : Kau mau makan ham dingin?
RICHARD: Kau menggerutu maksudku?
SARAH : Sama sekali tidak, aku
simpan makanan di lemari es.
RICHARD: Terlalu dingin, pasti,
soalnya ini adalah rumahku. Mulai hari ini aku melarang pacarmu di sini, ini
berlaku untuk setiap waktu, siang atau pun malam. Kau mengerti?
SARAH : Tadi aku bikin selai
untukmu.
RICHARD: Kau sedang minum
agaknya.
SARAH : Ya, aksih aku minum.
RICHARD: Apa yang kau minum?
SARAH : Kau pasti tahu minuman
kesenanganku, kita sudah kawin sepuluh tahun.
RICHARD: Ya, memang. (RICHARD
MENUANGKAN MINUMAN KE GELAS) Aneh sekali, tapi setelah begitu lama berlangsung
baru sekrang aku menyadari kedudukanku yang rendah dan tercemar.
SARAH : Sepuluh tahun yang lalu
aku belum punya pacar, belum. Paling tidak waktu kita berbulan madu.
RICHARD: Ini tidak ada
hubungannya dengan itu. Yang jelas aku ini adalah seorang suami yang telah
membiarkan istrinya menjamu dan menerima pacarnya setiap sore menurut
keinginannya, aku ini suami yang terlalu baik. Bukankah aku ini sudah amat
bermurah hati?
SARAH : Tapi aku tahu itu, kau
memang sangat baik hati.
RICHARD: Aku harapkan sampaikan
salamku. Lewat surat kalau kau mau, dan minta lagi padanya untuk tidak datang
lagi kemari mulai (IA MELIHAT KALENDER) tanggal 12 bulan ini. (DIAM LAMA)
SARAH : Apa yang menyebabkan kau
sampai bicara seperti ini? (PAUSE) Mengapa sekarang begitu tiba-tiba? (PAUSE)
Mmmmmm. (SARAH MENDEKATI RICHARD) Kau terlalu lelah….di kantor. Menemani tamu
dari luar negeri itu tentu sangat melelahkan, tapi mengapa kau bicara seperti
ini, itu sungguh kekanak-kanakan. Aku di sini untukmu, dank au sendiri selama
ini selalu bisa menghargai....betapa berharganya sore-sore itu, kau selama ini
selalu bisa mengerti. (SARAH MENEMPELKAN PIPINYA DI PIPI RICHARD) Jarang sekali
orang yang bisa mengerti, pengertianmu tak ternilaikan.
RICHARD: Apa kau senang aku
menyadari bahwa istriku menghianati aku, dua atau tiga kali seminggu dengan
sangat teratur.
SARAH : Richard.
RICHARD: Aku tidak tahan lagi,
aku sekarang tidak tahan lagi, keadaanku, jiwaku, tidak memungkinkan lagi
bagiku untuk membiarkan hal ini berlangsung terus.
SARAH : (KEPADA RICHARD)
Manis….Richard….aku mohon.
RICHARD: Mohon apa? (SARAH
BERHENTI) Akan kukatakan apa yang bisa ku lakukan.
SARAH : Apa?
RICHARD: Ajak dia pergi ke
lading, cari selokan, atau bekas-bekas kayu bakar, cari onggokan sampah.
Mmmmmmm? Bagaimana? (SARAH BERDIRI DIAM) Beli kano dan cari telaga yang tidak
mengalir, semaumu di mana saja terserah. Asal jangn di ruang duduk rumahku.
SARAH : Kukira itu tidak mungkin.
RICHARD: Kenapa tidak?
SARAH : Aku bilang tidak mungkin.
RICHARD: Tapi kalau kau begitu
merindukan pacarmu, itulah jalan satu-satunya, karena kedatangannya ke rumah
ini terlarang, aku berusaha menolongmu, saying. Karena aku cinta kau, kau bisa
merasakannya bukan? Kalau aku lihat dia ada di sini, akan ku tending sampai
rontok semua giginya.
SARAH : Kau gila. (RICHARD
MEMANDANG SARAH LAMA-LAMA)
RICHARD: Akan ku tending sampai
kepalanya masuk ke dalam perut. (PAUSE)
SARAH : Lalu bagaimana dengan
pelacur berengsek itu?
RICHARD: Sudh kubayar penuh dan
kusuruh pergi.
SARAH : Betulkah? Mengapa?
RICHARD: Dia terlalu kerempeng.
(PAUSE SEBENTAR)
SARAH : Tapi kau suka….kau bilang
kau suka, Richard….tapi kalau begitu kau cinta padaku….
RICHARD: Tentu.
SARAH : Ya….kau cinta padaku….kau
biarkan dia….kau mengerti dia….maksudku lebih mengerti dari aku
sendiri….sayang….semua beres….semua beres….malam itu….dan sore itu….bukan?
Dengarkan aku sudah siapkan makan malam untukmu, Cuma bistik ham sapi, besok
kumasakkan ayam panggang, kau suka kan? (MEREKA SALING PANDANG)
RICHARD: (PERLAHAN-LAHAN) Perayu.
SARAH : Jangan ah, jangan seperti
itu, tidak mungkin, kau tahu, tidak bisa, apa-apaan ini? Richard….(RICHARD
TETAP MEMANDANG SARAH BEBERAPA LAMA LALU MENUJU RUANG DEPAN DAN MEMBUKA LEMARI
DAN MENGELUARKAN BONGO, SARAH MEMPERHATIKANNYA RICHARD KEMBALI)
RICHARD: Apa ini? Aku
menemukannya beberapa hari yang lalu, apa ini? (PAUSE) Apa ini?
SARAH : Sebetulnya kau tidak
boleh menyentuhnya.
RICHARD: Tapi aku menemukannya di
rumahku, ini mestinya milikku, milkmuatau milik orang itu.
SARAH : Bukan apa-apa, aku
membelinya di pasar loak. Itu bukan apa-apa. Kau kira apa sebetulnya?
Kembalikan saja?
RICHARD: Bukan apa-apa? Ini?
Sebuah bongo dalam lemari itu?
SARAH : Kembalikan.
RICHARD: Apa mungkin ada
hubungannya dengan penyelewengan itu?
SARAH : Tidak, sama sekali tidak.
Apa hubungannya?
RICHARD: Bongo ini kalian
gunakan. Ini dipakai aku kira begitu?
SARAH : Kau mengira yang
bukan-bukan berikan padaku.
RICHARD: Bagaimana dia
memakainya? Bagaimana kalian memakainya? Kalian memainkannya kalau aku di
kantor? (SARAH MENCOBA MEREBUT BONGO. RICHARD MEMPERTAHANKANNYA, MEREKA DIAM,
TANGAN-TANGAN MEREKA PADA BONGO) Apa kegunaan bongo ini? Ini bukan sekedar
hiasan? Apa yang kalian lakukan dengan bongo ini?
SARAH : (DENGAN PERASAAN SAKIT
HATI DAN PENDERITAAN DALAM SUARANYA) Kau tak berhak bertanya seperti itu. Tak
berhak sama sekali, kita sudah sepakat. Kita tidak akan bertanya-tanya tentang
soal ini, aku mohon, jangan. Kita sama-sama sudah berjanji.
RICHARD: Aku ingintahu. (SARAH
MEMEJAMKAN MATA)
SARAH : Jangan….
RICHARD: Apa kalian berdua
sama-sama memainkannya? Mmmmmm? Kalian memainkannya? Bersama-sama? (SARAH
MENJAUH, LALU MEMBALIK, MENDESIS)
SARAH : Tolol….(IA MENANTANG
RICHARD DENGAN DINGIN) Kau kira Cuma dia yang selalu datang kemari? Kau kira
hanya dia yang kulayani di sini? Jangan seperti anak-anak, aku banyak
pengunjung, banyak pengunjung-pengunjung selalu, aku memberikan setiap saat,
setiap sore selalu. Aku suguhi mereka buah-buahan menurut musimnya. Strawberry
dengan cream, orang-orang asing yang sama sekali tak kukenal. Tapi mereka bukan
datang padaku, tidak selamanya mereka berada di sini, mereka datang kemari
untuk melihat-lihat bunga hollyhock, lalu mereka tinggal untuk minum the ,
selalu, selalu….
RICHARD: Oh, begitu? (RICHARD
MENDEKATI SARAH, SAMBIL MEMUKUL BONGO PERLAHAN-AHAN; RICHARD MENGHADANG MUKA
SARAH MENRIK TANGANNYA DAN MENCAKAR JARI-JARI SARAH KE BONGO)
SARAH : Apa yang kau lakukan?
RICHARD: Itu yang kau lakukan,
begini? (SARAH MENARIK DIRINYA, LALU MENUJU KE BALIK MEJA. RICHARD MENGIKTINYA
SAMBIL MEMUKUL-MUKUL BONGO) Seperti ini? (PAUSE) Ada api? (SARAH MUNDUR KEARAH
MEJA. LALU AKHIRNYA BERHENTI DI UJUNGNYA) Ayolah, jangan merusak permainan
suamimu tidak apa-apa kalau kau berikan aku api. Kau pucat, mengapa kau pucat?
Gadis secantik ini.
SARAH : Jangan kau
lakukan….Jangan kau lakukan, jangan.
RICHARD: Dia tidak marah.
(RICHARD MENDEKATINYA, KEDEKAT MEJA) Tidak ada yang tahu. (PAUSE) yang dengar,
tidak ada yang tahu kita di sini. (PAUSE) Ayolah beri kami api. (PAUSE) Kau
tidak bisa lari saying, kau telah masuk
perangkap. (MEREKA SALING BERHADAPAN DIKEDUA UJUNG MEJA, TIBA-TIBA SARAH KETAWA
GELI. DIAM)
SARAH : Aku terjebak. (PAUSE) Apa
kata suamiku nanti. (PAUSE) Dia menunggu, dia sedang menunggu. Aku tidak bisa
ke luar. Aku terperangkap, kau tak berhak memperlakukan wanita yang telah kawin
seperti ini, bukan? Piker-pikir apa yang sedang kau lakukan ini. (SARAH MELIHAT
KEPADA RICHARD, MEMBUNGKUK DAN MERANGKAK DI BAWAH MEJA KE TEMPAT RICHARD, SARAH
MUNDUR DARI BAWAH MEJA DEKAT KAKI RICHARD, BERLUTUT DAN MENENGOK KE MUKA
RICHARD TANGANNYA MERAIH KAKI RICHARD, RICHARD MELIHAT KE BAWAH SARAH) Kau
sangat berani, betul-betul berani tapi suamiku akan mengerti. Suamiku selalu
mengerti, kemari, turunlah kemari, akan aku jelaskan, bagaimana pun juga kau
harus ingat rumah tanggaku. Dia mencitaiku. Duduklah nanti aku bisikkan. Aku
akan berbisik. Ini sudah waktunya berbisik bukan? (DIRAIHNYA TANGAN RICHARD,
RICHARD IKUT BERLUTUT BERSAMA SARAH, BERDUA MEREKA BERLUTUT, BERDEKATAN, SARAH
MEMBELAI MUKA RICHARD) Sudah terlalu malam untuk minum the sebenarnya! Tapi aku
suka juga, manisnya kau, aku belum pernah memandang wajahmu setelah matahari terbenam.
Suamiku sedang rapat kerja hingga malam, ya, kau kelihatan lain, mengapa kau
memakai stelan ini, belum pernah aku melihatnya, dan dasi ini, biasanya kau
pakai pakaian yang lain kan? Buka jasmu mmmmmm? Kau mau aku mengganti pakaian?
Aku akan ganti pakaianku? Aku akan buka untukmu, begitu? Kau senang, bukan?
(DIAM….SARAH MERAPAT DENGAN RICHARD)
RICHARD: ....Ya. Tuhan. (PAUSE)
SARAH : Jatuhkan pakaianmu.
(PAUSE)
RICHARD: Pelacur manis. (MEREKA
BERDUA DIAM, BERLUTUT SARAH BERSANDAR PADA RICHARD)
Comments
Post a Comment