Tentang Penyembelih Hewan Kurban Menurut Dokter Hewan
1. Perhitungan ekonomi peternak dalam penjualan sapi dapat dilihat dari biaya pakan, biaya pemeliharaan, biaya ternak, perawatan kandang, tenaga kerja dan lain sebagainya. Perkiraan tersebut dapat dihitung melalui rumus :
Laba/Rugi (R/C) = Total penerimaan penjualan produk : total biaya
BEP Produksi = total biaya : harga penjualan
BEP Harga = total biaya : total produksi
B/C = tingkat keuntungan : total biaya
Restrain
Restrain pada sapi biasanya menggunakan tali keluh yang dimasukan ke hidung sapi, tetapi ini hanya digunakan untuk sapi dewasa bukan anak sapi. Bisa dengan menarik tali hidungnya, sedikit dicambuk, dilipat ekornya, digertak dengan aliran listrik (dengan coaxer), tetapi semuanya tidak terlepas dari bantuan operator kandang. Restrain bisa juga dengan mengikatkan tali pada tali keluh kemudian dililit kebelakang ektremitas caudal kemudian ditarik ketali keluh sebelahnya. Ini agar sapinya tidak bisa menyepak. Bisa juga dengan menggunakan kandang jepit untuk palpasi rektal atau ekplorasi rektal pada sapi. Selain itu untuk merebahkan sapi bisa menggunakan tali yang dililit kebagian ektremitas kaudal dari arah punggung kemudian kea rah abdomen dan ditarik secara berlahan maka sapi akan rebah secra perlahan. Restrain bisa juga dengan memasangkan ring hidung, pemasangan ring besi bentuk bulat atau seperti tang atau di pedesaan namanya keluh yang terbuat dari anyaman bambu atau dari plastik yang ditusukkan di septuminasi kemudian talinya dilingkarkan di belakang telingan dan disimpul. Tarikan dari ring atau keluh akan menimbulkan rasa sakit sehingga sapi mudah dikuasai. Tarikan ke atas dari keluh/ring dan dikaitkan di bagian yang lebih tinggi dari kepala akan mempermudah untuk suntikkan intravena, operasi daerah ambing dan pemeriksaan kuku.
Casting
Cara merobohkan sapi dewasa
Terdapat dua cara yaitu dengan pengikatan tali dan tanpa pengikatan tali.
2. Metode penyembelihan harus dilakukan sekali gerakkan dengan tekanan yang cukup kuat sehingga mampu memutus tiga saluran yaitu jalan nafas, jalan makanan dan 2 buluh darah kanan dan kiri. Leher sapi tidak boleh terlalu ditengadahkan karena buluh darah akan teregang. Buluh darah bersifatn elastis sehingga akan tertarik kearah berlawanan pada saat terpotong dalam kondisi teregang. Jika buluh darah tertarik ke arah dada maka akan menyebabkan penyumbatan. Posisi penyembelihan juga harus dilakukan pada posisi tulang leher ke 1-3. Kalau terlalu ke depan maka pisau tidak akan sanggup memotong larynx atau jakun karena merupakan tulang rawan yang cukup keras. Kalau terlalu ke bawah buluh darah akan tertarik ke ruang dada akibat adanya pompa hisap jantung. Hal ini akan sangat berpengaruh pada kemungkinan tersumbatnya buluh darah. Penyembelihan idealnya dilakukan satu kali sayatan, tidak berkali - kali karena akan merangsang factor pembekuan darah dan sangat menyakiti hewan. Meskipun demikan masih diperbolehkan dilakukan beberapa sayatan sepanjang pisau tidak diangkat dari leher sebelum yakin ketiga saluran terpotong. Jika sudah diangkat ternyata ada yang belum terpotong sempurna dan dilakukan penyembelihan kembali maka daging yang dihasilkan menjadi haram. Penyembelihan memerlukan keterampilan yang tinggi. Sehingga sunah memotong sendiri perlu dipertimbangkan jika tidak yakin mampu melakukannya dengan benar, apalagi bagi pekurban wanita atau yang lanjut usia.
Sistema Respiratori pada sapi :
a. Cavum nasale
Cavum nasale merupakan rongga hidung yang menyatu dengan moncong berupa kulit yang mengelilingi nostril dan bersambungan. Moncong pada sapi memiliki bagian yang tidak berambut, dan mempunyai banyak kelenjar keringat.
b. Pharynx
Pharynx merupakan jalur persimpangan yang membagi antara jalur makanan dan jalur udara, sehingga dalam keadaan normal udara tidak dapat dihirup pada saat makan namun bergantian pada saat makanan ditelan, misalkan pada manusia pada saat makan dan berbicara akan tersedak karena pada saat makan jalur persimpangan pharynx pada jalur makanan dan udara terbuka semua. Pharynx dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian nasal yang berhubungan dengan rongga nasale, bagian oral yang nerhubungan dengan rongga mulut, bagian ralingeal yang berhubungan dengan larynx.
c. Larynx
Larynx merupakan kotak suara yang mengatur dan mengontrol proses inspirasi dan proses exspirasi. Larynx atau voice box berfungsi menghalangi benda asing yang agar tidak masuk kedalam,di dalam voice box sebagai pembentukan suara dan juga mengatur udara inspirasi (penghirupan udara) dan exspirasi (penghembusan udara).
d. Trachea
Trachea merupakan sambungan dari larynx yang terdiri dari suatu tabung yang tak dapat mengempis, yang terbentuk oleh suatu seri cincin kartilago yang berdekatan, dan yang tidak lengkap pada daerah dorsalnya. Trachea bergerak ke arah caudal sampai sejauh dasar jantung, kemudian terbagi menjadi dua bronki utama yaitu sebuah untuk paru-paru. Panjang trachea pada sapi kurang lebih 75 cm dan diameter rata-ratanya 6-7 cm.
e. Broncus
Bronchus merupakan percabangan pada trachea yang masing-masing menuju ke pulmo. Dua buah bronki utama masing-masing masuk ke pulmodekster dan sinister. Di dalam pulmo bronki bercabang-cabang lagi menjadi cabang-cabang kecil. Percabangan yang paling kecil disebut bronkiola, yang terdiri dari beberapa tingkatan yaitu: bronchiola intralobolar, bronchiola terminal, bronchiola respiratoris. bronchiola respiratoris bercabang menjadiductus alveolar, yang berakhir pada kantong alveolar.
f. Pulmo
Pulmo atau paru-paru merupakan organ respirasi vital yang berbentuk dari sepasang ruangan kanan dan kiri dan memiliki banyak alveoli di dalamnya.Paru-paru dari kebanyakan spesies terbagi menjadi beberapa lobus (lubang) pada bagian ventralnya. Pada sapi, biri-biri, dan babi, paru-paru yang kiri terbagi menjadi tiga yaitu: lobus apicalis, lobus cardiacus, lobusdiapragmatica.
Sistema Digestivus pada Sapi :
Gigi pada hewan ruminansia yaitu :
Esofagus merupakan saluran penghubung antara rongga mulut dengan lambung. Di sini tidak terjadi proses pencernaan. Esofagus pada sapi sangat pendek dan lebar, serta lebih mampu membesar (berdilatasi). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi, diperkirakan sekitar 5 cm.
Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dart isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kah). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian.
Lambung Ruminansia terdiri atas empat ruangan yaitu:
Kedalam usus halus masuk 4 sekresi yaitu cairan duodenum, cairan empedu, cairan pancreas dan cairan usus.
Usus besar (colon) berbentuk tabung berstruktur sederhana. Fungsi usus besar yaitu fermentasi oleh mikroba.
Proses pencernaan pada hewan ruminansia yaitu :
Rigor Mortis
Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya kekakuan pada otot. Padas saat kekakuan otot itulah disebut sebagai terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat. Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati.
Fase Rigor Mortis
Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor mortis dan fase pascarigor. Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis. Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampai ATP habis dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang mayat) dan tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak daging karena akan sangat terasa alot.
Perubahan Karakter Fisikokimia
Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortis mengakibatkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak dikonsumsi. Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih berkontraksi) didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebut sebagai cold shortening dimana serat otot bisa memendek sampai 40% dan mengakibatkan otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada saat dimasak . Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan untuk dikonsumsi sekalipun tingkat keempukannya tidak sebaik jika dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan karena adanya enzim Ca+2 dependence protease (CaDP) atau calpain yang berperan sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna protein jika ada ion Ca+2 Ion ini diperoleh pada saat reticulum sarkoplasmik dipompa pascakontraksi otot.
pH akhir otot menjadi asam akan terjadi setelah rigor mortis terbentuk secara sempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi adalah rigor mortis sudah terbentuk tetapi pH otot masih diatas pH akhior yang normal (pH>5.5 – 5.8). pH akhir otot yang tinggi pada saat rigor mortis terbentuk memberikan sifat fungsional yang baik pada otot yang dibutuhkan dalam pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula pada saat prarigor, dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakan dalam pengolahan. pH asam akan mengakibatkan daya ikat air (water holding capacity) akan menurun, sebaliknya ketika pH akhir tinggi akan memberikan daya ikat air yang tinggi.
Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titik isoelektrik mengakibatkan otot menjadi pucat, berair dan strukturnya longgar (mudah terurai).
Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir normal (5.5 – 5.8) pada saat terbentuknya rigor mortis.
Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya rigor mortis. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi dan tergantung pada:
Maturasi adalah proses secara alamiah yang terjadi pada daging selama penyimpanan dingin (2 – 5°C setelah ternak disembelih yang memberikan dampak terhadap perbaikan palatabilitas daging tersebut khususnya pada daerah rib dan loin. Selama aging akan terjadi perbaikan keempukan daging yang secara fisik diakibatkan oleh terjadinya fragmentasi miofibriler akibat kerja enzim pencerna protein. Ada dua kelompok enzim proteolitik yang berperan dalam proses pengempukan ini yakni calcium dependence protease (CaDP) atau nama lainnya calpain (ยต dan m-calpain) yang intens bekerja pada saat prarigor dan kelompok cathepsin yang aktif bekerja pada saat pascarigor.
Problem berkaitan dengan aging. Daging sapi menjadi busuk atau bau dan flavor yang menyimpang dapat terjadi karena:
Referensi
Poedjiadi, Anna. 2009. Dasar-dasar BIOKIMIA. UI-Press : Bandung.
Abustam, E . 2008. Mekanisme Penyediaan Daging. Kanisius : Yogyakarta.
Abustam, E . 2008. Konversi Otot Menjadi Daging. Kanisius : Yogyakarta.
Mukthar, Ashry. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. UNS Press : Surakarta.
Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjajaran : Bandung.
Laba/Rugi (R/C) = Total penerimaan penjualan produk : total biaya
BEP Produksi = total biaya : harga penjualan
BEP Harga = total biaya : total produksi
B/C = tingkat keuntungan : total biaya
Restrain
Restrain pada sapi biasanya menggunakan tali keluh yang dimasukan ke hidung sapi, tetapi ini hanya digunakan untuk sapi dewasa bukan anak sapi. Bisa dengan menarik tali hidungnya, sedikit dicambuk, dilipat ekornya, digertak dengan aliran listrik (dengan coaxer), tetapi semuanya tidak terlepas dari bantuan operator kandang. Restrain bisa juga dengan mengikatkan tali pada tali keluh kemudian dililit kebelakang ektremitas caudal kemudian ditarik ketali keluh sebelahnya. Ini agar sapinya tidak bisa menyepak. Bisa juga dengan menggunakan kandang jepit untuk palpasi rektal atau ekplorasi rektal pada sapi. Selain itu untuk merebahkan sapi bisa menggunakan tali yang dililit kebagian ektremitas kaudal dari arah punggung kemudian kea rah abdomen dan ditarik secara berlahan maka sapi akan rebah secra perlahan. Restrain bisa juga dengan memasangkan ring hidung, pemasangan ring besi bentuk bulat atau seperti tang atau di pedesaan namanya keluh yang terbuat dari anyaman bambu atau dari plastik yang ditusukkan di septuminasi kemudian talinya dilingkarkan di belakang telingan dan disimpul. Tarikan dari ring atau keluh akan menimbulkan rasa sakit sehingga sapi mudah dikuasai. Tarikan ke atas dari keluh/ring dan dikaitkan di bagian yang lebih tinggi dari kepala akan mempermudah untuk suntikkan intravena, operasi daerah ambing dan pemeriksaan kuku.
Casting
Cara merobohkan sapi dewasa
Terdapat dua cara yaitu dengan pengikatan tali dan tanpa pengikatan tali.
- Pengikatan tali
- Pengikatan leher atau tali dikaitkan silang pada leher sapi.
- Menarik tali kebalakang, kemudian dikaitkan melingkar pada dada sapi, kemudian ditarik sejajar tulang punggung dan dikaitkan kembali melingkar pinggul.
- Setelah benar-benar ketat, menarik tali lurus kebelakang sehingga sapi akan roboh.
- Tanpa Pengikatan Tali
- Menyilangkan tali melalui leher keatas pundak sapi kemudian menarik melalui ketiak kedua kaki depan sapi. Setelah itu, tali disilangkan kembali ke atas punggung sapi.
- Menarik tali melalui selangkangan kedua kaki belakang, menyatukan kedua ujung tali dan serentak di tarik lurus kebalakang.
- Menghemat waktu
- Tidak terdapat gangguan terhadap anggota tubuh pea yaitu bagian dada thoraks serta gangguan aksi jantung dan paru-paru.
- Tidak membahayakan alat kelamin dan pembuluh darah ambing.
- Sapi yang akan disembelih sebaiknya berada dalam kondisi yang tenang dan tidak stress. Sapi yang stress akan menjadi sangat waspada. Tubuh akan merespon dengan mengaktivasi syaraf simpatis. Efeknya adalah darah akan dialirkan ke otak dan ke otot rangka. Ini sebagai upaya tubuh dalam mempersiapkan respon flight or fight (melarikan diri atau melawan). Selain itu buluh darah akan mengecil/konstriksi. Kondisi seperti ini akan sangat memperpanjang lama matinya sapi dan kemungkinan pembuluh darah tersumbat akan sangat besar yang mengakibatkan darah tidak keluar sempurna sehingga kualitas daging menjadi sangat rendah. Apalagi jika dikaitkan dengan cadangan glikogen yang rendah yang menurunkan kualitas daging mejadi berwarna gelap, keras dan kering (Dark, Firm, Dry/DFD meat).
- Tempat penyembelihan harus terpisah atau setidaknya diberi sekat supaya hewan hidup tidak melihat temannya yang sedang disembelih karena sapi akan sangat stress melihat temannya dipisahkan kepala dari badannya. Batasi akses orang, hanya orang yang berkepentingan yang masuk. Buat suasana penyembelihan setenang mungkin dengan diiringi oleh suara takbir yang berkumandang.
- Pisau harus tajam atau bahkan sangat tajam dengan ukuran panjang 1,5 kali lebar leher hewan untuk menjamin semua saluran yang wajib dipotong terputus sempurna. Pisau yang sangat tajam akan menghasilkan luka sayatan yang sangat halus dan cepat sehingga hanya sedikit menimbulkan rangsangan pada syaraf yang terpotong. Analogi sederhananya adalah pada saat kulit teriris silet yang tajam kadang kita tidak sadar sudah tersayat, kita baru tahu tersayat ketika darah keluar dan luka terkena keringat sehingga perih. Dengan pisau yang sangat tajam dan luka sayatan yang halus juga tidak mengaktivasi faktor pembekuan darah sehingga buluh darah tidak mudah tersumbat dan darah mengalir lancar. ketajaman pisau dapat diukur dengan menyayat kertas A4 dengan hasil sayatan yang mulus tanpa ada robekan.
- Sapi baru boleh masuk ke lokasi penyembelihan jika semua yang dibutuhkan sudah siap baik petugas yang terampil dan pisau sudah di asah. Jangan biarkan sapi menunggu untuk disembelih apalagi dalam kondisi sudah dibaringkan.
- Sapi dibaringkan dengan hati-hati dengan metode burley atau rope atau setidaknya dibaringkan secara perlahan dengan lantai yang diberi matras karet. Posisi perebahan juga menjadi titik kritis dimana biasanya sapi harus mengkadap kiblat dengan posisi kepala di selatan. Atur posisi sapi sebelum dijatuhkan untuk menghindari sapi di seret atau dibolik-balik sebelum di sembelih.
- Setelah proses penyembelihan, secara perlahan kendurkan ikatan pada tubuh sapi supaya sapi mati dalam kondisi rileks dan aliran darah tidak tertahan oleh tali. Jaga penampang luka sayatan tidak saling bersinggungan karena akan merangsang factor-faktor pembekuan darah yang akan menghambat pengeluaran darah. Jangan menyiram luka sayatan karena justru akan membuat aliran darah terganggu, mengiritasi serta ada resiko tercemar.
- Penggantungan, pengulitan dan proses lainnya dilakukan setelah hewan mati dengan cara melihat hilangnya reflek kornea yaitu mata tidak berkedip lagi saat kelopak mata disentuh dengan jari dan darah telah berhenti memancar.
2. Metode penyembelihan harus dilakukan sekali gerakkan dengan tekanan yang cukup kuat sehingga mampu memutus tiga saluran yaitu jalan nafas, jalan makanan dan 2 buluh darah kanan dan kiri. Leher sapi tidak boleh terlalu ditengadahkan karena buluh darah akan teregang. Buluh darah bersifatn elastis sehingga akan tertarik kearah berlawanan pada saat terpotong dalam kondisi teregang. Jika buluh darah tertarik ke arah dada maka akan menyebabkan penyumbatan. Posisi penyembelihan juga harus dilakukan pada posisi tulang leher ke 1-3. Kalau terlalu ke depan maka pisau tidak akan sanggup memotong larynx atau jakun karena merupakan tulang rawan yang cukup keras. Kalau terlalu ke bawah buluh darah akan tertarik ke ruang dada akibat adanya pompa hisap jantung. Hal ini akan sangat berpengaruh pada kemungkinan tersumbatnya buluh darah. Penyembelihan idealnya dilakukan satu kali sayatan, tidak berkali - kali karena akan merangsang factor pembekuan darah dan sangat menyakiti hewan. Meskipun demikan masih diperbolehkan dilakukan beberapa sayatan sepanjang pisau tidak diangkat dari leher sebelum yakin ketiga saluran terpotong. Jika sudah diangkat ternyata ada yang belum terpotong sempurna dan dilakukan penyembelihan kembali maka daging yang dihasilkan menjadi haram. Penyembelihan memerlukan keterampilan yang tinggi. Sehingga sunah memotong sendiri perlu dipertimbangkan jika tidak yakin mampu melakukannya dengan benar, apalagi bagi pekurban wanita atau yang lanjut usia.
Sistema Respiratori pada sapi :
a. Cavum nasale
Cavum nasale merupakan rongga hidung yang menyatu dengan moncong berupa kulit yang mengelilingi nostril dan bersambungan. Moncong pada sapi memiliki bagian yang tidak berambut, dan mempunyai banyak kelenjar keringat.
b. Pharynx
Pharynx merupakan jalur persimpangan yang membagi antara jalur makanan dan jalur udara, sehingga dalam keadaan normal udara tidak dapat dihirup pada saat makan namun bergantian pada saat makanan ditelan, misalkan pada manusia pada saat makan dan berbicara akan tersedak karena pada saat makan jalur persimpangan pharynx pada jalur makanan dan udara terbuka semua. Pharynx dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian nasal yang berhubungan dengan rongga nasale, bagian oral yang nerhubungan dengan rongga mulut, bagian ralingeal yang berhubungan dengan larynx.
c. Larynx
Larynx merupakan kotak suara yang mengatur dan mengontrol proses inspirasi dan proses exspirasi. Larynx atau voice box berfungsi menghalangi benda asing yang agar tidak masuk kedalam,di dalam voice box sebagai pembentukan suara dan juga mengatur udara inspirasi (penghirupan udara) dan exspirasi (penghembusan udara).
d. Trachea
Trachea merupakan sambungan dari larynx yang terdiri dari suatu tabung yang tak dapat mengempis, yang terbentuk oleh suatu seri cincin kartilago yang berdekatan, dan yang tidak lengkap pada daerah dorsalnya. Trachea bergerak ke arah caudal sampai sejauh dasar jantung, kemudian terbagi menjadi dua bronki utama yaitu sebuah untuk paru-paru. Panjang trachea pada sapi kurang lebih 75 cm dan diameter rata-ratanya 6-7 cm.
e. Broncus
Bronchus merupakan percabangan pada trachea yang masing-masing menuju ke pulmo. Dua buah bronki utama masing-masing masuk ke pulmodekster dan sinister. Di dalam pulmo bronki bercabang-cabang lagi menjadi cabang-cabang kecil. Percabangan yang paling kecil disebut bronkiola, yang terdiri dari beberapa tingkatan yaitu: bronchiola intralobolar, bronchiola terminal, bronchiola respiratoris. bronchiola respiratoris bercabang menjadiductus alveolar, yang berakhir pada kantong alveolar.
f. Pulmo
Pulmo atau paru-paru merupakan organ respirasi vital yang berbentuk dari sepasang ruangan kanan dan kiri dan memiliki banyak alveoli di dalamnya.Paru-paru dari kebanyakan spesies terbagi menjadi beberapa lobus (lubang) pada bagian ventralnya. Pada sapi, biri-biri, dan babi, paru-paru yang kiri terbagi menjadi tiga yaitu: lobus apicalis, lobus cardiacus, lobusdiapragmatica.
Sistema Digestivus pada Sapi :
- Rongga Mulut ( cavum oris )
- Kerongkongan (esophagus)
- Lambung (ventrikulus)
- Usus Halus ( intestinum)
- Usus besar (colon)
- Rectum dan Anus
Gigi pada hewan ruminansia yaitu :
- Gigi seri (insisivus) mempunyai bentuk yang sesuai untuk menjepit makanan berupa tetumbuhan seperti rumput.
- Gigi taring (caninus) tidak berkembang.
- Gigi geraham belakang (molare) berbentuk datar dan lebar. Makanan yang direnggut dengan bantuan lidah secara cepat dikunyah dan dicampur dengan air liur dalam mulut, kemudian ditelan masuk ke dalam lambung melalui esofagus.
3 3 0 0 0 0 0 0 Rahang atas
M P C I I C P M Jenis gigi
3 3 0 4 4 0 3 3 Rahang bawah
I = insisivus = gigi seri
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = gerahamdepan
M = molar = geraham belakang
3 3 0 4 4 0 3 3 Rahang bawah
I = insisivus = gigi seri
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = gerahamdepan
M = molar = geraham belakang
Esofagus merupakan saluran penghubung antara rongga mulut dengan lambung. Di sini tidak terjadi proses pencernaan. Esofagus pada sapi sangat pendek dan lebar, serta lebih mampu membesar (berdilatasi). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi, diperkirakan sekitar 5 cm.
Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dart isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kah). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian.
Lambung Ruminansia terdiri atas empat ruangan yaitu:
- Rumen (perut besar/perut urat daging),
- Retikulum (perut jala),
- Omasum (perut buku),
- Abomasum (perut kelenjar/perut masam).
- Rumen (perut besar) berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang ditelan.
- Retikulum (perut jala) berfungsi sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen.
- Omasum (perut buku) berfungsi sebagai grinder, fermentasi, filtering, absorpsi.
- Obamasum berfungsi untuk mencegah digesta yang ada di obomasum kembali ke omasum.
- Obamasum terdiri dari 3 bagian yaitu :
- Kardia : sekresi mucus
- Fundika : pepsinogen, renin, HCl, mucus
- Pilorika : sekresi mukus
Kedalam usus halus masuk 4 sekresi yaitu cairan duodenum, cairan empedu, cairan pancreas dan cairan usus.
Usus besar (colon) berbentuk tabung berstruktur sederhana. Fungsi usus besar yaitu fermentasi oleh mikroba.
Proses pencernaan pada hewan ruminansia yaitu :
- Makanan yang berupa rumput dan semacamnya dimulut dibelit oleh lidah, direnggut dengan gig seri, dikemudian bercampur dengan air liur.
- Makanan dari mulut ditelan masuk melalui kerongkongan menuju kedalam perut besar (rumen).
- Makanan disimpan sementara di rumen, kemudian masuk ke dalam perut jala (retikulum) Di dalam perut jala, makanan dicerna secara kimiawi dan dibentuk menjadi gumpalan kecil. Gumpalan kecil terssebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dimamah ulang sampai lumat oleh geraham.
- Setelah makanan dimamah, ditelan lagi dan masuk ke perut kitab (omasum) untuk digiling. Proses memamah dilakukan ketika sapi sedang beristirahat. Olehkarena itu sapi, kambing, kerbau, rusa, digolongkan kedalam hewan pemamah biak.
- Selanjutnya, makanan masuk kedalam perut masam(abomasum). Perut masam merupakan lambung yang sebenarnya. Didalam perut masam makanan dicerna secara kimiawi oleh enzim-enzim. Enzim pencernaan tersebut dihasilkan oleh bakteri dan Ciliata yang bersimbiosis dengan hewan pemamah biak . Mikroorganisme umumnya menghasilkan enzim selulase untuk menghancurkan selulosa. Enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna selulosa menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4 yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.
- Akhirnya, sari-sari makanan masuk usus halus, kemudian diserap dan diedarkan oleh darah keseluruh tubuh.
- Sisa makanan keluar melalui anus. Bakteri dan ciliate yang terdapat pada sisa makanan akan ikut keluar bersama sisa makanan. Bakteri dan ciliate akan tetap berperan jika kotoraan hewan ruminansia dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.
- Glikolisis; perombakan glikogen menjadi asam laktat (produk akhir) atau melalui pembentukan terlebih dahulu asam piruvat (dalam keadaan aerob) kemudian menjadi asam laktat (anaerob). Pada kondisi ini akan terbentuk 3 mol ATP.
- Siklus asam trikarboksilat (siklus krebs); sebagian asam piruvat hasil perombakan glikogen bersama produk degradasi protein dan lemak akan masuk kedalam siklus asam trikarboksilat yang menghasilkan CO2 dan atom H. Atom H kemudian masuk ke rantai transport elektron dalam mitochondria untuk menghasilkan H2O serta 30 mol ATP.
- Hasil glikolisis berupa atom H secara aerob via rantai transport elektron dalam mitochondria bersama dengan O2 dari suplai darah akan menghasilkan H2O dan 4 mol ATP.
Rigor Mortis
Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya kekakuan pada otot. Padas saat kekakuan otot itulah disebut sebagai terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat. Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati.
Fase Rigor Mortis
Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor mortis dan fase pascarigor. Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis. Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampai ATP habis dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang mayat) dan tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak daging karena akan sangat terasa alot.
Perubahan Karakter Fisikokimia
Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortis mengakibatkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak dikonsumsi. Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih berkontraksi) didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebut sebagai cold shortening dimana serat otot bisa memendek sampai 40% dan mengakibatkan otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada saat dimasak . Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan untuk dikonsumsi sekalipun tingkat keempukannya tidak sebaik jika dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan karena adanya enzim Ca+2 dependence protease (CaDP) atau calpain yang berperan sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna protein jika ada ion Ca+2 Ion ini diperoleh pada saat reticulum sarkoplasmik dipompa pascakontraksi otot.
pH akhir otot menjadi asam akan terjadi setelah rigor mortis terbentuk secara sempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi adalah rigor mortis sudah terbentuk tetapi pH otot masih diatas pH akhior yang normal (pH>5.5 – 5.8). pH akhir otot yang tinggi pada saat rigor mortis terbentuk memberikan sifat fungsional yang baik pada otot yang dibutuhkan dalam pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula pada saat prarigor, dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakan dalam pengolahan. pH asam akan mengakibatkan daya ikat air (water holding capacity) akan menurun, sebaliknya ketika pH akhir tinggi akan memberikan daya ikat air yang tinggi.
Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titik isoelektrik mengakibatkan otot menjadi pucat, berair dan strukturnya longgar (mudah terurai).
Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir normal (5.5 – 5.8) pada saat terbentuknya rigor mortis.
Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya rigor mortis. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi dan tergantung pada:
- Spesis; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis lebih singkat, beberapa jam malahan bisa beberapa menmeit pada kasus PSE (pale soft exudative) dibanding dengan pada sapi yang membutuhkan waktu 24 jam pada kondisi rigor mortis sempurna.
- Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu berbeda dari jenis ternak yang sama. Sapi yang mengalami stress atau tidak cukup istirahat sebelum disembelih akan memebutuhkan waktu yang lebih cepat untuk instalasi rigor mortis dibanding dengan sapi yang cukup istirahat dan tidak stress pada saat menjelang disembelih.
- Macam serat; ada dua macam serat berdasarkan warena yang menyusun otot yakni serat merah dan serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat pada ternak yang tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding dengan serat merah.
Maturasi adalah proses secara alamiah yang terjadi pada daging selama penyimpanan dingin (2 – 5°C setelah ternak disembelih yang memberikan dampak terhadap perbaikan palatabilitas daging tersebut khususnya pada daerah rib dan loin. Selama aging akan terjadi perbaikan keempukan daging yang secara fisik diakibatkan oleh terjadinya fragmentasi miofibriler akibat kerja enzim pencerna protein. Ada dua kelompok enzim proteolitik yang berperan dalam proses pengempukan ini yakni calcium dependence protease (CaDP) atau nama lainnya calpain (ยต dan m-calpain) yang intens bekerja pada saat prarigor dan kelompok cathepsin yang aktif bekerja pada saat pascarigor.
Problem berkaitan dengan aging. Daging sapi menjadi busuk atau bau dan flavor yang menyimpang dapat terjadi karena:
- Pendinginan karkas yang kurang tepat.
- Karkas akan menyerap bau ruangan aging.
- Sanitasi yang kurang baik, dan kontaminasi dengan mikroorganisme menyebabkan bau dan flavor menyimpang dan pembusukan.
- Aging yang berlebihan akan menghasilkan akumulasi mikroorganisme.
- Pengkerutan akan terjadi selama maturasi. Makin lama maturasi, makin besar kehilangan berat.
- Maturasi pada karkas yang telah jadi (finished-carcasses) akan menghasilkan pengkerutan yang berlebihan, pengeringan pada daerah permukaan, dan diskolorasi. Pengeringan dan diskolorasi daerah permukaan harus dibersihkan dan dijauhkan. Penyiangan ini dapat berarti terhadap kehilangan yang dipertimbangkan pada produk.
Referensi
Poedjiadi, Anna. 2009. Dasar-dasar BIOKIMIA. UI-Press : Bandung.
Abustam, E . 2008. Mekanisme Penyediaan Daging. Kanisius : Yogyakarta.
Abustam, E . 2008. Konversi Otot Menjadi Daging. Kanisius : Yogyakarta.
Mukthar, Ashry. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. UNS Press : Surakarta.
Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjajaran : Bandung.
Comments
Post a Comment