Pengertian Rumah Potong Hewan & Persyaratannya

"DAGING SAPI SEGAR DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN"
  • Pengertian rumah potong hewan dan Persyaratannya
Kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan hygiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain ungags bagi konsumsi masyarakat (Anonim, 2008).

Bagian-bagian rumah potong hewan

Secara umum, rumah potong memiliki 2 bagian produk yaitu daerah bersih dan daerah kotor. Daerah kotor yaitu daerah dengan tingkat kontaminasi baik kimia, fisika atau mikrobiologi yang tinggi. Sedangkan daerah bersih adalah daerah dengan tingkat kontaminasi yang rendah. Pada RPH sapi, daerah kotor meliputi kandang peristirahatan, ruang pemotongan, tempat pembersihan isi perut dan pengolahan limbah. Sedangkan daerah bersih meliputi kamar pelayuan daging, kamar pendinginan dan kamar parting. (Nurhadi,2012).

Syarat rumah potong hewan
  • Lokasi
  • Tidak bertentangan dengan Rencana UmumTata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/ Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK).
  • Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan.
  • Tidak berada dekat industry logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan banjir, bebas dari asap, debu dan kontaminan lainnya.
  • Memiliki lahan yang relative datar dan cukup luas untuk pengembangan rumah pemotongan hewan.
Sarana

Sarana jalan yang baik menuju Rumah Pemotongan Hewan yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan kendaraan daging.
  • Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan SNI.
  • Persediaan air yang minimum harus disediakan yaitu : Sapi, kerbau, kuda dan hewan yang setara beratnya 1000 liter/ekor/hari
  • Bangunan dan Tata Letak
Kompleks RPH harus terdiri dari :
  • Bangunan utama
  • Kandang penampung dan istirahat hewan
  • Kandang isolasi
  • Kantor administrasi dan kantor dokter hewan
  • Tempat penyimpanan barang pribadi (locker)/ruang ganti pakaian
  • Kamar mandi dan WC
  • Sarana penanganan limbah
  • Insenerator, tempat parker, ruamh jaga, gardu listrik, menara air. (Anonim, 1999)
Sanitasi Rumah Potong Hewan

Pada setiap pintu masuk bangunan utama, harus memiliki fasilitas untuk mencuci sepatu boot yang dilengkapi dengan sikat sepatu, dan fasilitas untuk mensucihamakan sepatu boot yang dilengkapi desinfektan (foot dipping). RPH dan/atau UPD harus memiliki fasilitas cuci tangan yang dilengkapi dengan air hangat, sabun dan desinfektan serta didisain tidak dioperasikan menggunakan tangan atau tidak kontak langsung dengan telapak tangan. Fasilitas cuci tangan harus dilengkapi dengan fasilitas pengering tangan, apabila menggunakan tisue maka harus disediakan tempat sampah bertutup dan tidak dioperasikan dengan tangan. Untuk mensucihamakan pisau dan peralatan yang digunakan, harus memiliki air bertemperatur tidak kurang dari 82oC yang memenuhi persyaratan bakumutu air bersih, atau metoda sterilisasi lain yang efektif. Tidak menggunakan bahan kimia berbahaya yang tidak diperbolehkan digunakan untuk pangan. Setiap kali selesai proses pemotongan dan produksi karkas, daging, dan jeroan, harus dilakukan proses pembersihan dan desinfeksi secara menyeluruh. Kebersihan lingkungan di sekitar bangunan utama dalam area komplek RPH dan/atau UPD harus dipelihara secara berkala, dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dari sampah, kotoran dan sisa pakan; memelihara rumput atau pepohonan sehingga tetap terawat; menyediakan fasilitas tempat pembuangan sampah sementara di tempa-tempat tertentu (Anonim, 2010).

Tipe-tipe rumah potong hewan berdasarkan pengelolaan dan fasilitas

1.  Berdasarkan pola pengelolaannya
  • Jenis I : RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah dan sebagai jasa pelayanan umum
  • Jenis II : RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola sendiri atau dikerjasamakan dengan swasta lain
  • Jenis III : RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola bersama antara pemerintah daerah dan swasta
2.  Berdasarkan kelengkapan fasilitas proses pelayuan daging karkas
  • Kategori I : usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas pelayuan karkas, untuk menghasilkan karkas hangat
  • Kategori II :usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas pelayuan karkas, untuk menghasilkan karkas dingin (chilled) dan/atau beku (frozen) (Anonim, 2010).
  • Prosedur Penyembelihan sapi di RPH
Perlakuan sebelum disembelih

Ternak harus tidak dalam keadaan lelah atau habis dipekerjakan. Sebelum disembelih, ternak harus diistirahatkan selama 12-24 jam, tergantung pada iklim, jarak antara asal ternak dengan rumah potong, cara transportasi, kondisi kesehatan dan daya tahan ternak. Maksud perlunya ternak diistirahatkan sebelum disembelih adalah : (a) agar ternak tidak mengalami stress, (b)agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin, dan (c) agar cukup tersedia energy, sehingga proses kekakuan karkas atau yang lazim disebut proses “rigormortis” berlangsung secara sempurna. Ada dua cara untuk mengistirahatkan ternak sebelum disembelih, yaitu dengan dipuasakan, dan tanpa dipuasakan. Maksud pemuasaan ternak sebelum disebelih adalah: (a) untuk memperoleh bobot tubuh kosong (BTK) yaitu bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu, (b) untuk mempermudah proses penyembelihan, terutama ternak yang agresif atau liar, karena dengan dipuasakan, ternak menjadi lebih tenang. Sedangkan maksud pengistirahatan ternak sebelum disembelih dengan cara tanpa dipuasakan adalah : (a) agar pada waktu disembelih, darah dapat keluar sebanyak mungkin, karena ternak lebih kuat meronta, mengejang atau berkontraksi. Pada kondisi ini, darah yang disemburkan ke luar, akan lebih sempurna, (b) agar ternak tidak mengalami stress (Soeparno. 2005).

Pelaksanaan pemotongan hewan

Secara umum mekanisme urutan pemotongan ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas. Ternak yang sudah dinyatakan sehat oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang dan cap S (slaughter = potong) serta sudah diistirahatkan, dibawa ke ruang pemotongan dan disiram dengan air dingin. Ternak disembelih oleh “modin” yang juga menghadap ke kiblat, sehingga kepala ternak ada disebelah selatan dan ekor disebelah utara. Selama proses penyembelihan, setelah bagian kulit, otot, arteri karotis, vena jugularis, trachea dan esophagus terpotong, dilakukan pengeluaran darah dengan pisau yang lazim disebut proses “bleeding”, yaitu menusuk leher kearah jantung. Sebelum kepala dipisahkan dari tubuh, ternak harus dibiarkan sampai benar-benar mati. Untuk mengetahui bahwa ternak yang telah disembelih telah benar-benar mati, maka dapat dilakuka tiga macam uji coba, yaitu terhadap reflek mata, reflek kaki dan reflek ekor (Soeparno, 2005).

Pemeriksaan Antemortem
  • Pengertian
Pemeriksaan antemorte adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang (Anonim. 1999).
  • Tujuan
Maksud pemeriksaan antemortem adalah : (1) untuk mengetahui ternak-ternak yang cedera, sehingga harus dipotong sebelum ternak lainnya, dan (2) untuk mngetahui ternak-ternak yang sakit dan harus dipotong secara terpisah atau harus diperiksa secara khusus (Soeparno. 2005). Syarat :
  1. Kandang penampungan : tersedia dengan penerangan cukup.
  2. Kandang jepit : untuk menangani hewan potong yang liar.
  3. Pembantu pemeriksa : untuk menjalankan, menahan dan identifikasi hewan.
  4. Penyemprot dengan persediaan air cukup : untuk menjaga kebersihan tempat pemeriksaan sebelum dan sesudah pemeriksaan.
  5. Thermometer, flash light, tali pengikat dan alat-alat bantu lainnya (Sanjaya, dkk. 2007).
  • Cara pemeriksaan
  1. Jenis kelamin : bila ada yang menunjukkan gejala kurang sehat harus dicatat, juga umur dan exterior dari masing-masing hewan yang dicurigai.
  2. Mencari kelainan/ gejala penyakit : misalnya gangguan seperti pincang, lumpuh/ lemah pada calf diarrhea.
  3. Keadaan gizi hewan : kekurusan dapat disebabkan oleh actynomicosis ataupun dalam keadaan normal.
  4. Cara berdiri dan bergerak hewan : mata hewan diperhatikan apakah ada perhatian kepada keadaan sekelilingnya, bila sakit makan akan acuh terhadap sekitar dan pergeraknnya lamban.
  5. Permukaan kulit: hewan sehat akan berkulit dan berambut mengkilap. Kemudian kelenjar pertahanan di palpasi. Pada leucosis semua kelenjar pertahanan akan membengkak.
  6. Alat pencernaan : bibir dan permukaan hidung diamati apakah basah atau kering.
  7. Alat kelamin : dilakukan pengamatan terhadap adanya eksudat
  8. Organarespiratorio : mengamati cara hewan bernafas, kecepatan, pernafasan dan ada tidaknya gejala batuk (Sanjaya, dkk., 2007).
  • Keputusan pemeriksaan antemortem
  1. Dipotong untuk disembelih tanpa syarat, apabila dalam pemeriksaan antemortem menunjukkan hewan tersebut sehat
  2. Disembelih dengan syarat, apabila dalam pemeriksaan antemortem ternyata hewan menunjukkan gejala penyakit/ menderita : Piroplasmosis, Arthritis, Hernia, Fraktura, Hydrops, Brucellosis, mastitis, dll
  3. Ditunda penyembelihannya, hewan yang lelah dan pemeriksaan belum yakin bahwa hewan tersebut sehat
  4. Ditolak untuk disembelih, apabila hewan tersebut menderita/ menunjukkan gejala penyakit seperti rabies, rinderpest, botulismus, tetanus, saccharomyces, dll.
  • Pemeriksaan Postmortem
Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang. Petugas pemeriksa berwenang adalah dokter hewan pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri atau petugas lain yang memiliki pengetahuan dan keterampilan pemeriksaan antemortem dan postmortem serta pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat veteriner yang berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab dokter hewan yang dimaksud (Anonim, 1999). Maksud pemeriksaan postmortem adalah untuk melindungi konsuen dari penyakit yang dapat ditimbulkan karena makan daging yang tidak sehat, melindungi konsumen dari pemalsuan daging, dan mencegah penularan penyakit diantara ternak. Pemeriksaan postmortem yang dialkuakn di Indonesia antara lain adalah pemeriksaan karkas, pertama pada kelenjar limfe, pemeriksaan kepala pada bagian mulut, lidah, bibir, dan otoo maseter, dan pemeriksaan paru-paru, jantung, ginjal, hati serta limpa. Jika terdapat kondisi abnormal lain pada karkas, organ-organ internal atau bagian-bagian karkas lainnya, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Keputusan hasil pemeriksaan akan menentukan apakah karkas dan bagian-bagian karkas dapat dikonsumsi, diproses lebih lanjut atau tidak (Soeparno, 2005).

Keputusan pemeriksaan postmortem
  • Baik untuk dikonsumsi manusia
Karkas maupun bagian-bagiannya dinyatakan baik untuk konsumsi manusia bila memenuhi kriteria-kriteria tidak mengandung kelainan ataupun gejala penyakit. Contoh : neoplasma dianggap jinak bengne bila merupakan lesi local dan tidak mempengaruhi jaringan sekitarnya (Sanjaya, dkk., 2007).
  • Ditolak untuk dikonsumsi atau untuk diedarkan
Bila pada waktu penyembelihannya pengeluaran darah kurang sempurna. Hal  yang sama akan diberlakukan bila dijumpai adanya limfoma malignant, epitheloma ekstensif, dan kekurusan. Contoh: kasus tuberculosis, karkas dan seluruh bagian akan ditolak untuk dikonsumsi jika dan hanya jika dsertai cachexia dan lesion yang menyebar. Hewan ini telah merupakan suspect pada saat pemeriksaan antemortem dengan tanda-tanda demam sebelum dipotong (Sanjaya, dkk., 2007).
  • Karkas dan bagian-bagiannya diijinkan untuk konsumsi setelah memenuhi syarat-syarat tertentu
Kasus tuberculosis yang kondisinya antara local dan menyebar, maka karkas boleh diedarkan setelah dimasak terlebih dahulu. Cysticercosis ringan pada sapi atau sapi, dimana ketentuannya adalah bila dalam satu tapak tangan kurang dari lima buah, maka dianggap investasi ringan dan karkas dapat diedarkan setelah pemasakan atau pembekuan (Sanjaya,dkk.,2007).


Referensi
Anonim. 1999. Standar Nasional Indonesia. SNI 01 - 6159 – 1999. Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Anonim. 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 3932:2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi. Jakarta : Badan Standar Nasional.
Anonim. 2010. Pedoman dan Tata Cara Pemotongan Hewan secara Halal. Jakarta: Direktorat urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari'ah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI Tahun 2010.
Nurhadi, M. 2012. Kesehatan Masyarakat Veteriner: Higiene Bahan Pangan Asal Hewan dan Zoonosis. Jakarta: Gosyen Publishing.
Sanjaya, W. A.; Sudarwanto, M.; Soejoedono, R.R.; Purnawarman, T.; Lukman, D.W.; Latif, H. 2007. Higiene Pangan. Bogor: Bagian Kesmavet IPB.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging cetakan III. Yogyakarta : UGM Press.

Comments

  1. Ingin Bermain Poker Online Dengan Uang Asli ?
    Tapi Ngak Tau Situs Poker Online Yang Bisa Di Percaya . ?
    Poker Online - HTTP://ARENADOMINO.CO
    Minimal Deposit / Withdraw : Rp.20.000,-
    Bonus Refferal 20% Seumur Hidup .
    Bonus Turn Over 0.5% Tanpa Batas .
    Player VS Player ( 100% Tanpa Bot ) .
    8 Games Dalam 1 User ID .
    POKER - DOMINO - ADUQ - BANDARQ - CAPSA - BANDAR POKER - SAKONG - BANDAR66
    Rasakan Sensasi nya Menjadi Bandar , hanya di BANDARQ , BANDAR POKER , BANDAR66.
    Dengan Pelayanan Terbaik ( Customer Service ) .
    Customer Service Online 24 Jam

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

BULAN DAN KERUPUK KARYA YUSEP MULDIANA

Pemikiran Susanne K. Langer Dalam Memabaca Simbol Pada Seni