Cara Melakukan Isolasi Dan Identifikasi Virus ORF
Skenario ORF pada Kambing, yaitu :
“Diskusikan bagaimana cara melakukan Isolasi dan Identifikasi virus ORF.”
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya (Pelezar and Chan, 1986).
Susunan kimia pada virus:
Virus orf berukuran antara 220-250 nm panjang dengan lebar antara 120-140 nm. virus orf tahan terhadap pemanasan pada suhu 50°C selama 30 menit. Virus ini tahan terhadap proses pembekuan dan pencairan dan juga tahan terhadap getaran ultrasonik, tetapi tidaktahan terhadap sinar ultra violet. Virus orf tidak tahan terhadap chloroform, tetapi sedikit tahan terhadap eter. Virus orf memiliki antigen presipitasi, fiksasi komplement, serta netralisasi, tetapi tidak memiliki antigen aglutinasi sel darah merah (Khadafi, 2012).
Pembiakan virus ada 3, yaitu pembiakan virus dengan hewan percobaan (in vivo), pembiakan virus dengan kultur jaringan (in vitro) dan pembiakan virus dalam telur berembrio (in ovo). Pembiakan virus dengan hewan percobaan digunakan untuk isolasi primer tertentu, untuk penelitian- penelitian pathogenesis virus dan onkogenesis virus. Pada pembiakan ini, jumlah hewan percobaan, umur, jenis kelamin serta cara penyuntikan berbeda tergantung jenis virus. Pada in vivo, biakan yang digunkan adalah biakan primer dan biakan sel yang dapat hidup terus meneus. Biakan sel primer adalah biakan yag diambil dalam keadaan segar dari binatang biakan yang berasal dari dari embrio ayam yang berasal dari sel jenis fibrolast. Pada pembiakan in ovo, Telur dijadikan tempat perbenihan virus yang sudah steril dan embrio telur yang tumbuh di dalamnya tidak mebentuk zat anti yang dapat mengganggu pertumbuhan virus. Karena telur merupakan sumber sel hidup yang relatif murah untuk isolasi virus, maka cara in ovo ini sering digunakan dalam laboratorium (Pelezar and Chan, 1986).
Pembiakan Virus dengan Hewan Percobaan ( In Vivo)
Merupakan salah satu cara tertua untuk membiakkan virus. Hewan percobaan Pada biakan ini menggunakan hewan percobaan sebagai media untuk menanam virus. Jenis hewan percobaan, umur, jenis kelamin, serta cara penyuntikan tergantung dari jenis virus yang akan dibiakan. Misal :
Pembiakan Virus dengan Kultur Jaringan (In Vitro)
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan sel yang terinfeksi virus secara invitro. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk memperbanyak jaringan/sel yang berasal atau yang didapat dari jaringan orisinal tumbuhan atau hewan setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi) secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis) secara in vitro (dalam tabung kaca). Kultur sel yang didapat dari jaringan secara langsung disebut kultur sel primer, sedangkan kultur sel yang telah mengalami penanaman berulang-kali (passage) disebut kultur cell line atau sel strain (Abdussalam, 1958).
In vitro pada sel yang ditumbuhkan dalam bentuk potongan organ (biakan organ), potongan kecil jaringan (biakan jaringan), sel-sel yang telah dilepaskan dari pengikatnya (biakan sel). Biakan organ dan biakan jaringan hanya dapat bertahan dalam beberapa hari sampai beberapa minggu saja. Sedangkan biakan sel dapat bertahan beberapa hari sampai beberapa waktu yang tak terbatas, tergantung pada jenis biakan (Abdussalam, 1958).
Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock virus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst., tergantung pada jumlah peremajaannya. Virus stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung dengan infectivity assay (Jawetz et al, 1996).
Jika diperlukan virus dengan jumlah yang banyak, misalnya pada pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi, seperti 10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel akan terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus per sel (Jawetz et al, 1996).
Tanda-tanda virus dapat tumbuh dalam media jaringan dapat diketahui dengan melihat adanya :
Virus yang dibiakan di dalam sel biakan jaringan dapat menimbulkan ESP (Efek Sitopatogenik), seperti perubahan bentuk sel menjadi lebih bulat, perubahan pada inti sel, kemungkinan pembentukkan jisim atau sel sinsitia dan juga sel-sel akan melepas dari dinding tabung. infeksi selanjutnya akan menyerang sel-sel disekitarnya dan bila pada tempat itu sudah ada banyak sel yang terlepas, maka akan tampak sebagai tempat yang berlubang dan tempat ini disebut plaque. Tiap virion infektif dalam biakan sel dapat membentuk plaque dan ini dapat dipakai untuk titrasi virus, sama halnya dengan pembentukkan koloni oleh kuman pada permukaan perbenihan padat.
Cara pembiakan in vitro bermanfaat untuk:
Telur merupakan perbenihan virus yang sudah steril dan embrio telur yang tumbuh di dalamnya tidak mebentuk zat anti yang dapat mengganggu pertumbuhan virus. Karena telur merupakan sumber sel hidup yang relatif murah untuk isolasi virus, maka cara in ovo ini sering digunakan dalam laboratorium. Embrio berada dalam kantung amnion yang berisi cairan amnion yang berwarna putih jernih. Telur berembrio yang biasa digunakan adalah telur ayam negeri, telur ayam kampung, atau telur bebek. Umur dari telur, cara penyuntikan, suhu pengeraman dan lamanya pengeraman tergantung dari jenis virus yang akan disuntikan. (Adjid, 1992).
Pembiakan dalam telur berembrio ini lebih baik dari penyuntikan pada binatang percobaan karena:
Caranya adalah ambil telur berembrio, lalu periksa dikamar gelap. Lihat ruang udaranya lalu diberi tanda, kemudian lihat bagian yang gelap, ini adalah embrio, lihat pula pembuluh darah besar maupun kecil. Pilihlah tempat yang tidak ada pembuluh darahnya.Selanjutnya di tempat yang telah ditandai tadi, dibersihkan dengan kapas dan alcohol. Pada bagian ruang udara tusuklah dengan alat bor yang steril sampai menusuk selaput kulit telur. Jika ada pecahan kulit telur, bersihkan tapi jangan ditiup untuk menghindarkan komintaminasi.
Pada tanda yang tidak ada pembuluh darahnya, ditusuk lagi tapi jangan sampai menusuk selaput kulit telur. Kemudian teteskan buffer steril dengan pengisap karet. Bila tetesan buffer terus masuk, ini menandakan CAM telur turun. Kemudian ambil pena steril, tusukkan tegak lurus kemudian miringkan diantara selaput lendir telur dan kulit telur. Jika ada perdarahan berati CAM tertusuk.
Pada lubang ruang udara masukkan pengisap karet, isaplah semua udara yang ada sampai habis, sehingga akan didapatkan ruang udara buatan. Setelah diperiksa lagi dikamar gelap dan CAM telah berhasil diturunkan, lalu ambil virus yang akan diperiksa dengan spuit steril sebanyak 0,1-0,2 mL, lalu tusukkan pada lubang bagian CAM. Setelah Itu lubang-lubang ditutup dengan solatip. Telur harus selalu dala keadaan terbaring, lalu digoyangkan perlahan-lahan, kemudian dieramkan pada suhu 37°C selama 2-3 x 24 jam. Setelah itu baru diperiksa (Abdussalam, 1958)
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inokulasi pada telur ayam adalah:
HI test menggunakan reaksi hambatan haemaglutinasi tersebut untuk membantu menentukan diagnosa penyakit secara laboratorium dan mengetahui status kekebalan tubuh (titer antibodi, red). Prinsip kerja dari HI test ialah mereaksikan antigen dan serum dengan pengenceran tertentu sehingga dapat diketahui sampai pengenceran berapa antibodi yang terkandung dalam serum dapat menghambat terjadinya aglutinasi eritrosit. HI test merupakan metode uji serologis yang mudah dilakukan dan hasilnya dapat diketahui dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam, M. 1958. Contagious pustular dermatitis. IV. Immunological reaction . J Comp. Path. 68: 23-35.
Adjid, A. 1989 . Penyakit Orf di Jawa Barat: Infeksi alam dan buatan. Proceedings Pertemuan Ilmiah Ruminansia, Cisarua Bogor 8-10 Nopember 1988. Jilid 2., Ruminansia kecil . pp. 123-128.
Adjid, R. M. A. 1992. Studi penyakit orf (dakangan) di Indonesia : Isolasi virus penyebab pada biakan sel domba. Penyakit Hewan. 24 (44): 85-92.
Jawetz, Melnick, Adelberg. 1996. Medical Microbiology. Jakarta: EGC
Jensen Ruc. 1974. Disease of Sheep, Lea and Febiger. Philadelphia.
Pelezar, M.J And Chan.1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi :UI Press
Subronto (2003). Ilmu Penyakit Ternak (mamalia) 1. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
“Diskusikan bagaimana cara melakukan Isolasi dan Identifikasi virus ORF.”
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya (Pelezar and Chan, 1986).
Susunan kimia pada virus:
- Protein Virus Protein yang membentuk capsid sebuah virus berfungsi untuk : perlindungan, alat penempelan virus dan penentu sifat antigenik. Secara khusus protein ini fungsinya berbeda-beda pada masingmasing virus.
- Asam Nukleat Virus Virus hanya mengandung satu jenis asam nukleat ( RNA atau DNA saja ). Familia virus RNA binatang kebanyakan memiliki genom RNA rantai tunggal. Sebaliknya familia virus DNA binatang memiliki genom DNA rantai ganda. Jenis asam nukleat dapat ditentukan dengan cara pemeriksaan dibawah mikroskop fluoresensi dengan pewarnaan.
- Lipida Virus Ada sejumlah virus yang mengandung lipid pada struktur pembungkusnya (walaupun sebagian besar pembungkus terdiri dari protein). Virus yang memiliki struktur lipid pada pembungkusnya ini peka terhadap eter 2.
- Karbohidrat Virus Pembungkus virus ada yang mengandung sejumlah karbohidrat yang berarti, biasanya glikoprotein. Glikoprotein ini merupakan antigen yang penting, karena posisinya pada permukaan luar dari virus. Glikoprotein ini sering merupakan protein yang terlibat dalam interaksi virus dengan antibodi yang menetralkannya. (Pelezar and Chan, 1986)
Virus orf berukuran antara 220-250 nm panjang dengan lebar antara 120-140 nm. virus orf tahan terhadap pemanasan pada suhu 50°C selama 30 menit. Virus ini tahan terhadap proses pembekuan dan pencairan dan juga tahan terhadap getaran ultrasonik, tetapi tidaktahan terhadap sinar ultra violet. Virus orf tidak tahan terhadap chloroform, tetapi sedikit tahan terhadap eter. Virus orf memiliki antigen presipitasi, fiksasi komplement, serta netralisasi, tetapi tidak memiliki antigen aglutinasi sel darah merah (Khadafi, 2012).
Pembiakan virus ada 3, yaitu pembiakan virus dengan hewan percobaan (in vivo), pembiakan virus dengan kultur jaringan (in vitro) dan pembiakan virus dalam telur berembrio (in ovo). Pembiakan virus dengan hewan percobaan digunakan untuk isolasi primer tertentu, untuk penelitian- penelitian pathogenesis virus dan onkogenesis virus. Pada pembiakan ini, jumlah hewan percobaan, umur, jenis kelamin serta cara penyuntikan berbeda tergantung jenis virus. Pada in vivo, biakan yang digunkan adalah biakan primer dan biakan sel yang dapat hidup terus meneus. Biakan sel primer adalah biakan yag diambil dalam keadaan segar dari binatang biakan yang berasal dari dari embrio ayam yang berasal dari sel jenis fibrolast. Pada pembiakan in ovo, Telur dijadikan tempat perbenihan virus yang sudah steril dan embrio telur yang tumbuh di dalamnya tidak mebentuk zat anti yang dapat mengganggu pertumbuhan virus. Karena telur merupakan sumber sel hidup yang relatif murah untuk isolasi virus, maka cara in ovo ini sering digunakan dalam laboratorium (Pelezar and Chan, 1986).
Pembiakan Virus dengan Hewan Percobaan ( In Vivo)
Merupakan salah satu cara tertua untuk membiakkan virus. Hewan percobaan Pada biakan ini menggunakan hewan percobaan sebagai media untuk menanam virus. Jenis hewan percobaan, umur, jenis kelamin, serta cara penyuntikan tergantung dari jenis virus yang akan dibiakan. Misal :
- Virus Polio Hewan yang digunakan adalah kera, cara penyuntikan intra cerebral/intra spinal/intra nasal/ intra muskular. Dalam waktu 2 minggu setelah penyuntikan maka kera akan lumpuh. Berarti didalam tubuh kera ada dan berkembang virus polio dan didalam tinja kera dapat ditemukan virus polio.
- Virus Rabies Hewan yang digunakan tikus putih dewasa yang disuntik secara intra cerebral. 1 – 2 minggu kemudian tikus akan sakit, bulunya rontok dan mati c. Virus Dengue Digunakan hewan percobaan bayi tikus putih umur 1 – 3 hari, disuntikan secara intra cerebral. Setelah 7 – 10 hari tikus akan mengalami kejang-kejang atau lemas lalu mati. Maka darah tikus tadi mengandung virus 2. Telur berembrio Telor yang dapat dipergunakan adalah telor ayam negri, ayam kampung tau telur bebek, yang semuanya harus berembrio. Jika akan digunakan telur tersebut tidak boleh dicuci, sebab pada bagian luar telur terdapat zat seperti lilin yang berfungsi melindungi agar kuman tidak dapat menembus cangkang telur. Sebelum digunakan telur harus berada dalam incubator.
- Virus cacar dapat digoreskan pada kulit atau cornea kelinci. Jaringan otak anjing rabies yang disuntikkan intraserebral pada mencit atau kelinci akan menyebabkan terjadinya ensefalitis.
Pembiakan Virus dengan Kultur Jaringan (In Vitro)
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan sel yang terinfeksi virus secara invitro. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk memperbanyak jaringan/sel yang berasal atau yang didapat dari jaringan orisinal tumbuhan atau hewan setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi) secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis) secara in vitro (dalam tabung kaca). Kultur sel yang didapat dari jaringan secara langsung disebut kultur sel primer, sedangkan kultur sel yang telah mengalami penanaman berulang-kali (passage) disebut kultur cell line atau sel strain (Abdussalam, 1958).
In vitro pada sel yang ditumbuhkan dalam bentuk potongan organ (biakan organ), potongan kecil jaringan (biakan jaringan), sel-sel yang telah dilepaskan dari pengikatnya (biakan sel). Biakan organ dan biakan jaringan hanya dapat bertahan dalam beberapa hari sampai beberapa minggu saja. Sedangkan biakan sel dapat bertahan beberapa hari sampai beberapa waktu yang tak terbatas, tergantung pada jenis biakan (Abdussalam, 1958).
Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock virus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst., tergantung pada jumlah peremajaannya. Virus stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung dengan infectivity assay (Jawetz et al, 1996).
Jika diperlukan virus dengan jumlah yang banyak, misalnya pada pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi, seperti 10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel akan terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus per sel (Jawetz et al, 1996).
Tanda-tanda virus dapat tumbuh dalam media jaringan dapat diketahui dengan melihat adanya :
- Adanya CPE
- Adanya penghambatan dalam metabolisme sel
- Pembentukan antigen dalam jaringan
- Terjadinya hemadsorbsi
- Adanya interferensi Dalam biakan jaringan virus akan dipengaruhi oleh Suhu, PH , cara menyimpan biakan dan jenis biakan (Jawetz et al, 1996)
- Biakan sel primer
Virus yang dibiakan di dalam sel biakan jaringan dapat menimbulkan ESP (Efek Sitopatogenik), seperti perubahan bentuk sel menjadi lebih bulat, perubahan pada inti sel, kemungkinan pembentukkan jisim atau sel sinsitia dan juga sel-sel akan melepas dari dinding tabung. infeksi selanjutnya akan menyerang sel-sel disekitarnya dan bila pada tempat itu sudah ada banyak sel yang terlepas, maka akan tampak sebagai tempat yang berlubang dan tempat ini disebut plaque. Tiap virion infektif dalam biakan sel dapat membentuk plaque dan ini dapat dipakai untuk titrasi virus, sama halnya dengan pembentukkan koloni oleh kuman pada permukaan perbenihan padat.
- Biakan sel haploid
- Biakan sel letusan (continous cell lines culture)
Cara pembiakan in vitro bermanfaat untuk:
- Isolasi primer virus dari bahan klinis. Untuk itu, dipilih sel yang mempunyai kepekaan tinggi, mudah dan cepat menimbulkan ESP.
- Pembuatan vaksin. Untuk itu, dipilih sel yang mampu menghasilkan virus dalam jumlah besar.
- Penyelidikan biokimiawi, biasanya dipilih biakan sel terusan dalam bentuk suspensi (Adjid, 1992).
- Pengambilan kesimpulan relatif lebih mudah dengan menggunakan populasi sel yang homogen.
- Kultur sel primer tetap memiliki integritas morfologi dan biokimiawi dalam jangka waktu lama, dengan demikian memungkinkan melakukan penelitian ulang (reproducible) dan terkontrol.
- Kultur sel tidak terdapat pengaruh sistemik (Adjid, 1992)
- Dalam kasus kultur sel telah mengalami perubahan sifat aslinya, maka hasil pengamatan yang diperoleh akan menyimpang.
- Tidak ada pengaruh sistemik dan kerjasama antar-sel yang berbeda dalam suatu jaringan yang kemungkinan memegang peran penting dalam aktivitas fisiologis (Adjid, 1992)
Telur merupakan perbenihan virus yang sudah steril dan embrio telur yang tumbuh di dalamnya tidak mebentuk zat anti yang dapat mengganggu pertumbuhan virus. Karena telur merupakan sumber sel hidup yang relatif murah untuk isolasi virus, maka cara in ovo ini sering digunakan dalam laboratorium. Embrio berada dalam kantung amnion yang berisi cairan amnion yang berwarna putih jernih. Telur berembrio yang biasa digunakan adalah telur ayam negeri, telur ayam kampung, atau telur bebek. Umur dari telur, cara penyuntikan, suhu pengeraman dan lamanya pengeraman tergantung dari jenis virus yang akan disuntikan. (Adjid, 1992).
Pembiakan dalam telur berembrio ini lebih baik dari penyuntikan pada binatang percobaan karena:
- Telur bertunas bersih dan steril, bebas dari bakteri.
- Tidak memiliki mekanisme kekebalan seperti pada binatang percobaan yang dapat menghalangi perkembangbiakan virus.
- Tidak memerlukan pemberian makanan dan sangkar.
- Cara pertama: dengan mempergunakan lapisan luar (lapisan ektoderm) selaput korioalantois telur berembrio 10 hari. Cara penanaman ini berguna untuk isolasi virus yang menyebabkan kelainan pada kulit yang dulu digolongkan sebagai virus dermatotrofik seperti virus variola, virus vaccinia, dan virus herpes. Tiap virion yang infektif akan meyerang sel-sel di sekitarnya dan menibulkan reaksi inflamasi yang dapat dilihat sebagai bercak putih yang disebut pock. Pock ini berlainan ukurannya dan bersifat bergantung pada virus yang menyebabkannya. Cara penanaman pada selaput korioalantois juga berguna untuk titrasi virus dan titrasi antibodi terhadap virus dengan teknik menghitung jumlah pock.
- Cara kedua: dengan menyuntikkan bahan ke dalam ruang anion terlur berembrio yang berumur 10-15 hari. Cara ini terutama untuk isolasi virus influenza dan virus parotitis karena virus ini tumbuh di dalam sel epitel paru-paru embrio yang sedang berkembang. Adanya perkembangan virus dikenal dengan adanya reaksi hemaglutinasi.
- Cara ketiga, menyuntikkan virus pada kantung kuning telur berembrio 9-12 hari . teknik penanaman ini menggunakan penyuntikan langsung melalui lubang kecil pada kulit telur kedalam kantung telur. (Adjid, 1992)
- Virus Variola Digunakan telur berembrio umur 10 – 13 hari disuntikan virus dengan meneteskan pada bagian CAM (Chorio Alantois Membrane), kemudian dieramkan pada sushu 35 – 36 derajat selama 3 x 24 jam, kemudian diperiksa.
- Virus Influenza Digunakan telur berembrio umur 10 – 14 hari disuntikan intra amnion, dieramkan pada suhu 37 derajat selama 2-3 hari, kemudian cairan amnion yang penuh virus diambil.
- Virus Herpes Simpleks Umur telur 12 hari, disuntikan dengan meneteskan pada CAM, eramkan pada suhu 37 derajat selama 5 hari kemudian periksa (Jawetz et al, 1996)
Caranya adalah ambil telur berembrio, lalu periksa dikamar gelap. Lihat ruang udaranya lalu diberi tanda, kemudian lihat bagian yang gelap, ini adalah embrio, lihat pula pembuluh darah besar maupun kecil. Pilihlah tempat yang tidak ada pembuluh darahnya.Selanjutnya di tempat yang telah ditandai tadi, dibersihkan dengan kapas dan alcohol. Pada bagian ruang udara tusuklah dengan alat bor yang steril sampai menusuk selaput kulit telur. Jika ada pecahan kulit telur, bersihkan tapi jangan ditiup untuk menghindarkan komintaminasi.
Pada tanda yang tidak ada pembuluh darahnya, ditusuk lagi tapi jangan sampai menusuk selaput kulit telur. Kemudian teteskan buffer steril dengan pengisap karet. Bila tetesan buffer terus masuk, ini menandakan CAM telur turun. Kemudian ambil pena steril, tusukkan tegak lurus kemudian miringkan diantara selaput lendir telur dan kulit telur. Jika ada perdarahan berati CAM tertusuk.
Pada lubang ruang udara masukkan pengisap karet, isaplah semua udara yang ada sampai habis, sehingga akan didapatkan ruang udara buatan. Setelah diperiksa lagi dikamar gelap dan CAM telah berhasil diturunkan, lalu ambil virus yang akan diperiksa dengan spuit steril sebanyak 0,1-0,2 mL, lalu tusukkan pada lubang bagian CAM. Setelah Itu lubang-lubang ditutup dengan solatip. Telur harus selalu dala keadaan terbaring, lalu digoyangkan perlahan-lahan, kemudian dieramkan pada suhu 37°C selama 2-3 x 24 jam. Setelah itu baru diperiksa (Abdussalam, 1958)
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inokulasi pada telur ayam adalah:
- Umur dan status imun.
- Embrio yang berumur sekitar 7-9 hari mempunyai bagian organ yang sempurna dan mempunyai sistem imun yang baik, sehingga saat infeksi virus akan mudah diamati.
- Dosis virus yang diinokulasikan. Semakin banyak volume virus yang diinokulasikan, maka semakin banyak sel yang terinfeksi sehingga makin cepat proses kematiannaya.
- Jarak dan waktu inkubasi
- Faktor insternal, yaitu temperature, rute pemberian terhadap bagian telur, kemampuan penyerapan bahan oleh embrio, dan struktur farmakologi dari bahan itu sendiri (Adjid, 1992)
- Telur dapat tercemar mikoplasma dan virus unggas laten yang dapat mengganggupertumbuhan virus lain.
- Embrio ayam hanya peka terhadap beberapa jenis virus saja.
- Pencemaran sedikit saja pada bahan pemeriksaan akan mematikan embrio (Adjid, 1992)
- Haemagglutination Inhibition (HI) test
HI test menggunakan reaksi hambatan haemaglutinasi tersebut untuk membantu menentukan diagnosa penyakit secara laboratorium dan mengetahui status kekebalan tubuh (titer antibodi, red). Prinsip kerja dari HI test ialah mereaksikan antigen dan serum dengan pengenceran tertentu sehingga dapat diketahui sampai pengenceran berapa antibodi yang terkandung dalam serum dapat menghambat terjadinya aglutinasi eritrosit. HI test merupakan metode uji serologis yang mudah dilakukan dan hasilnya dapat diketahui dengan cepat.
- Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
- Agar Gel Precipitation (AGP)
- Rapid Plate Aglutination (RPA)
- Serum Neutralisation (SN) test
DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam, M. 1958. Contagious pustular dermatitis. IV. Immunological reaction . J Comp. Path. 68: 23-35.
Adjid, A. 1989 . Penyakit Orf di Jawa Barat: Infeksi alam dan buatan. Proceedings Pertemuan Ilmiah Ruminansia, Cisarua Bogor 8-10 Nopember 1988. Jilid 2., Ruminansia kecil . pp. 123-128.
Adjid, R. M. A. 1992. Studi penyakit orf (dakangan) di Indonesia : Isolasi virus penyebab pada biakan sel domba. Penyakit Hewan. 24 (44): 85-92.
Jawetz, Melnick, Adelberg. 1996. Medical Microbiology. Jakarta: EGC
Jensen Ruc. 1974. Disease of Sheep, Lea and Febiger. Philadelphia.
Pelezar, M.J And Chan.1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi :UI Press
Subronto (2003). Ilmu Penyakit Ternak (mamalia) 1. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
butuh dana cuma bermodal 10.000 mari gabung di poker terpercaya hanya di WWW.FANSPOKER.COM
ReplyDelete|| bbm : 55F97BD0 || WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||
harusnya kita sudah lockdown , liatlah negara2 lain.entah apa yg ditunggu
ReplyDeleteBeberapa wilayah kan telah melakukan lock down secara mandiri
ReplyDelete