Arti Wahdat al-wujud Menurut Ibn AL-ARABI?


Barangkali konsep tentang kesatuan wujud atau wahdat al-wujud ini dapat menjelaskan tentang tauhid ala sufi. Meski dalam konsep kesatuan wujud ini sendiri begitu sangat konpleks pun tidak sederhana bisa dipahami. Namun sangat beruntung penggagas dari konsep ini yaitu Ibn al-Arabi mampu memberi ilustrasi yang cukup jelas, tentang hubungan Tuhan dengan alam semesta dalam konsep ini. Yang menjadi hal penting yang perlu dipahami terlebih dahulu tentang penggagasnya itu sendiri, ternyata Ibn al-Arabi juga memerhatikan paham-paham lain yang ada. Seperti tauhid Asy’ari yang sudah mengguasai dunia islam pada waktu itu. Dalam tauhid ini, khaliq dan makhluq adalah dua eksistensi yang tidak bisa dicampuradukkan. Maksudnya bahwa tuhan sebagai yang transendent. Sementara kaum sufi obsesinya adalah kedekatan kepada Tuhan, baik itu sebagai usaha hambanya untuk mendekati Tuhannya maupun konsekwensi dari apresiasi bahwa Tuhan itu sangat dekat dengan hambanya. Hal ini karena firman-firman Allah yang memberi ilustrasi mereka, antara lain dari firman-Nya bahwa Allah lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya sendiri (Qaf [50]:16).

Dalam hal ini ada yang lebih berat ke transendentalisme yaitu ilmu kalam Asy’ari, ada pula yang serba immanent seperti pada kaum sufi. Dari sini Ibn al-Arabi sendiri mengalami kesulitan. jika kita menganut paham transendental, berarti kita membatasi tuhan, sebab dengan begitu tuhan tidak menyertai kita, tuhan menjadi terbatas, menjadi suatu katagori abstrak yang jauh pun yang tidak berfungsi. Dan jika kita menganut immanentisme pun membatasi. Namun jika kita memahami keduanya pun hal ini masih musryik, yang benar menurut Ibn al-Arabi adalah kalau tuhan dipahami sebagai satu.

Dari hal inilah Ibn al-Arabi memasuki pada konsep wahdat al-wujud. Konsep ini menjelaskan tentang hubungan antara tuhan dan alam semesta, bahwa tuhanlah yang memiliki wujud yang sebenarnya, sementara alam semesta ini merupakan manifestasi (tajalliyat) tuhan itu sendiri. Ibn al-Arabi dalam kesatuan wujud_Nya mengumpamakan (ilustrasikan) seperti wajah dalam cermin, wajah yang sebenarnya satu. Jadi semakin banyak cermin maka semakin beraneka ragam wajah yang di tampakkan. Wajah disini merujuk pada tuhan sementara cermin itu sendiri merujuk pada alam, sementara makhluk itu merupakan bayang-bayang dari wajah yang satu, tetapi terefleksi dari banyak cermin. Namun disini bukan tuhan dalam arti esensi (dzat)-Nya yang transenden, tetapi dalam arti Nama-nama atau Sifat-sifat-Nya yang indah. Jadi Ibn al-Arabi melihat keanekaragaman makhluk-makhluk yang ada di alam semesta sebagai teofani (tajalliyah) dari Nama-nama atau Sifat-sifat Tuhan.

Jadi saya tegaskan lagi bahwa sangatlah wajar jika para pendukung wahdatul wujud menyatakan segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini merupakan manifestasi (tajjaliyat) dari Tuhan, maksudnya seluruh makhluk yang diciptakan terdapat adanya unsur ketuhanan dan manusia merupakan makhluk yang mempunyai kadar ketuhanan yang tertinggi di antara makhluk yang diciptakan tuhan.

Hubungan antara Tuhan dan makhluknya merupakan hubungan antara prototype dan penjelmaan_Nya, apapun yang ada di alam ini adalah manifestasi tuhan,sedangkan ada sisi tuhan yang tersembunya di realitas yang sama. Itulah sebabnya al-Qur’an  tuhan sebagai yang lahir (al-zhahir) dan yang batin (al-batin) jadi yang lahir dan batin adalah Tuhan yang sama, yang satu. Rumi menyebut alam sebagai penyamaran Tuhan dalam bentuk lahiriyah.

Dokrtin kesatuan wujud Ibn al-Arabi ternyata sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan tasawuf setelahnya dan berpengaruh pula terhadap pemikiran filosofis pasca Ibn al-Arabi. Dapat di identifikasi melalui ajaran-ajaran tasawuf sufi  yang terkenal misalnya fakir al din Iraqi dan abdul karim Ibrahim al jili, maupun filosof-filosof  seperti Mula Sandra  pengembangkan konsep kesatuan wujud ini dari Ibn al-Arabi kemudian ia padukan dengan penafsirannya terhadap filsafat iluminasi Surawardi (w. 1191) pendiri filsafat israqi.

Mula Sandra melihat seluruh wujud bukan sebagai objek-objek yang ada , tetapi sebagai sebuah realitas tunggal. Keaneka ragaman wujud yang nampak seperti terpisah pisah di alam semesta ini terjadi akibat wujud tunggal tersebut oleh esensi-esensi (mahiyat).

jika ada kekeliruan monggo dibenarkan.

Comments

Popular posts from this blog

BULAN DAN KERUPUK KARYA YUSEP MULDIANA

Pemikiran Susanne K. Langer Dalam Memabaca Simbol Pada Seni